Nasib Desa Gelap NTT: Tiang Listrik Nganggur, Genset Dihajar BBM Mahal

CNN Indonesia
Rabu, 21 Sep 2022 17:33 WIB
Ratusan warga sejumlah desa di NTT tak memiliki listrik yang memadai dari PLN. Sebagian memakai genset namun kini bahan bakarnya kian mahal.
Masih ada desa di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang belum teraliri listrik. Kondisi itu mengganggu aktivitas warga. Ilustrasi. (Istockphoto/Ruslan Danyliuk).
Kupang, CNN Indonesia --

Ratusan warga di sejumlah desa di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengatakan pihaknya belum mendapatkan listrik dari PT PLN (Persero). Beberapa desa di antaranya berada di Kabupaten Kupang, NTT.

Salah satunya, Desa Ohaem II, Kecamatan Amfoang Selatan, Kabupaten Kupang.

Menurut Kepala Desa Ohaem II Abraham Toleu, 190 kepala keluarga yang berada di desa tersebut belum menikmati listrik dari PLN.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Belum, belum ada listrik," kata Abraham saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (21/9).

Dia menuturkan dengan ketiadaan listrik, kegiatan warga menjadi terganggu. Untuk memenuhi kebutuhan listrik, kata Abraham, mereka terpaksa menyambung dari desa tetangga dengan instalasi seadanya tanpa memperhatikan faktor keselamatan.

"Sambung dari desa tetangga dengan kabel kecil tapi tidak bisa menyala terlalu lama juga," jelas Abraham.

Dia menuturkan walaupun ada tiang listrik dari PLN namun hingga kini belum ada kabel yang terpasang di sana.

Bahkan, kata Abraham, pihaknya menyebutkan sudah pernah bersurat ke PLN sejak 2021 untuk sambungan listrik. Namun, surat dari pemerintah desa tersebut belum dipenuhi oleh PLN.

"Kami sudah bersurat (ke PLN) tapi mereka hanya datang pasang tiang saja, sudah satu tahun lebih," imbuhnya.

Abraham menyebutkan di desa yang dipimpinnya terbagi dalam tiga dusun, dengan 12 Rukun Tetangga (RT) dan enam Rukun Warga (RW). Desa juga memiliki dua bangunan sekolah yakni satu Sekolah Dasar dan satu Sekolah Menengah Pertama.

Belum adanya pasokan listrik ke Desa Ohaem II membuat kegiatan sekolah dan pemerintahan juga turut terganggu. Sekolah tidak dapat mengoperasikan peralatan yang menggunakan listrik.

Untuk memenuhi kebutuhan listrik di fasilitas umum maka sekolah harus mengadakan mesin pembangkit atau genset, demikian pula dengan di kantor desa menggunakan genset.

Namun, penggunaan genset tersebut membutuhkan BBM yang harus dibeli. "Jadi beban biaya tambah banyak lagi," ujarnya.

Dia juga mengeluhkan kenaikan harga BBM yang mewajibkan mereka merogoh kocek untuk membeli BBM demi menghidupkan genset.

Nasib Serupa di Desa Nefoneut

Nasib serupa juga dialami Desa Nefoneut, Kecamatan Amfoang Barat Daya, Kabupaten Kupang. Desa yang dihuni 132 Kepala Keluarga dengan 632 jiwa tersebut masih hidup dalam kegelapan dan belum menikmati listrik dari PLN.

"Untuk sementara (listrik) belum masuk," kata Kepala Desa Nefoneut Yamri Ambenu.

Dia mengungkapkan pihak PLN telah melakukan survei ke Desa Nefoneut sejak beberapa bulan yang lalu, tapi mimpi mendapat aliran listrik dari PLN belum juga ada.

"Kemarin tim dari PLN sempat turun katanya mau survei lokasi untuk titik-titik yang dilalui listrik tapi sampai sekarang belum ditindaklanjuti," ujarnya.

Yamri menegaskan selama belum ada listrik PLN, warga menggunakan pembangkit tenaga surya yang dibeli 7 tahun lalu. 

Kendati demikian, lanjut Yamri, listrik tenaga surya hanya bisa dinyalakan selama tiga sampai empat jam saja.

Yamri menyebutkan banyak kesulitan dialami jika kebutuhan listrik tidak dipenuhi. Dia mencontohkan aktifitas pelayanan pemerintahan desa bagi masyarakat kerap tertunda atau sama sekali terhambat.

"Kami sangat kesulitan jika ada masyarakat kebetulan mau membuat surat keterangan tidak mampu atau surat penting lain kan tertunda," kata Yamri.

Meski memiliki genset, listrik tidak bisa terus menerus dinyalakan sehingga biasanya surat-surat yang dibutuhkan masyarakat akan ditumpuk dan tertunda dua hingga tiga hari.

Dia juga mengeluhkan kenaikan harga BBM yang mengakibatkan pengeluaran untuk operasional pemerintah desa semakin tinggi.

"Apalagi sekarang dengan kondisi BBM sudah naik, kami juga sudah kewalahan, karena BBM di sini sudah satu liter Rp15 ribu pertalite, solar Rp10 ribu", kata Yamri.

Selain menghambat aktivitas pemerintahan, belum adanya listrik dari PLN juga mengganggu aktivitas di dua sekolah yang ada di Nefoneut. Bagaimana tidak peralatan belajar elektronik yang membutuhkan arus listrik tidak bisa digunakan.

Apalagi, lanjut Yamri, saat ujian akhir bagi para siswa yang berbasis Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Para siswa harus menempuh perjalanan sekitar 13 kilometer untuk bisa sampai ibu kota kecamatan di Manubelon untuk mengikuti UNBK.

Diakuinya ada banyak warga Desa Nefoneut yang menggunakan tenaga surya untuk listrik, tetapi karena panelnya sudah cukup lama, panel penyimpanan dari perangkat sudah tidak bisa lagi terlalu lama menyimpan arus listrik.

Paling lama, dalam sehari hanya bisa digunakan sampai jam sepuluh malam saja. "Setelah itu kampung sudah gelap gulita," kata Yamri.

General Manager PLN NTT Agus Sujatmiko mengatakan rasio elektrifikasi di NTT baru mencapai 92,36 persen. Artinya, masih ada sekitar 100 ribu kepala keluarga di NTT yang belum mendapat pelayanan listrik dari PLN.

Dia menjelaskan, khusus Kabupaten Kupang, rasio elektrifikasi telah mencapai 96 persen dari 96.256 kepala keluarga, sementara yang belum teraliri sebanyak 3.202 rumah.

Alasan keterbatasan petugas lapangan dan geografis kata Agus Sujatmiko juga masih menjadi kendala utama dalam pemerataan pelayanan listrik PLN bagi masyarakat.

[Gambas:Video CNN]



(eli/sfr)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER