ANALISIS

Jauh Panggang dari Api Kompor Listrik

CNN Indonesia
Kamis, 29 Sep 2022 07:40 WIB
Pengamat menilai pembatalan program konversi kompor listrik karena PLN dan pemerintah sama-sama tidak siap.
Pengamat menilai pembatalan program konversi kompor listrik karena PLN dan pemerintah sama-sama tidak siap. (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha).
Jakarta, CNN Indonesia --

PT PLN (Persero) membatalkan program pengalihan kompor listrik. Alasannya, demi menjaga kondisi ekonomi masyarakat yang belum pulih betul pasca-pandemi covid-19.

"PLN memutuskan program pengalihan ke kompor listrik dibatalkan," kata Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo melalui keterangan resmi yang dikutip Rabu (28/9).

Pembatalan mendadak program konversi listrik dilakukan PLN saat proses uji coba berlangsung di dua kota, yakni Solo dan Bali. Di sana, ribuan kompor listrik sudah dibagikan kepada masyarakat.

Sebelum dibatalkan, PLN dan pemerintah memang dihujani kritik baik oleh masyarakat maupun DPR. Salah satu Anggota Komisi VII DPR Mulan Jameela menilai kompor listrik tidak cocok untuk masakan Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami di rumah saja punya kompor listrik, tetap tak bisa lepas dari (kompor) gas karena masakan Indonesia ya beda bukan masakan orang bule yang pancinya ya seukuran begitu saja," ujar Mulan dikutip dari YouTube Komisi VII DPR RI saat rapat kerja, Jumat (23/9).

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira curiga ada 'paksaan' dalam melaksanakan program konversi kompor listrik. Ironisnya, kebijakannya sendiri belum siap.

"Jadi, saya melihatnya ini hanya penundaan saja (bukan pembatalan) karena ketidaksiapan internal PLN dan pemerintah dalam menjalankan program konversi ini," imbuh dia.

Apalagi, sambung dia, rencana konversi kompor listrik juga disampaikan secara mendadak, sama halnya dengan pembatalan. Tidak hanya itu, kajian mendalam pun tak ada.

Wajar, di tengah gelombang penolakan, program konversi kompor LPG ke kompor listrik ibarat pepatah jauh panggang dari api.

Lebih lanjut Bhima menilai banyak persoalan yang sebetulnya masih harus diperbaiki oleh PLN maupun pemerintah sebelum memulai konversi kompor listrik.

"Tepat bila pemerintah membatalkan program kompor listrik, karena seolah ini cara untuk menyelesaikan masalah di hilir. Tapi, di hulu, pasokan listriknya tidak selesai," terang dia.

Karenanya, dia menuturkan perlu pembenahan tata kelola kelistrikan sebelum konversi ke kompor listrik. Langkah ini bisa dimulai dengan menyelesaikan masalah pembangkit listrik yang kelebihan pasokan.

Setidaknya ada tiga solusi yang bisa dilakukan mengatasi kelebihan pasokan listrik. Pertama, mengevaluasi proyek 35.000 megawatt (MW).

Kedua, mengevaluasi perjanjian jual beli listrik yang memberatkan keuangan PLN dengan skema take or pay, agar perseroan punya daya tawar menolak pembelian listrik jika pasokan berlebih.

Ketiga, mempercepat program pensiun dini PLTU batu bara melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022, sehingga kelebihan pasokan di hulu bisa ditekan.

Masalah lain yang harus dibenahi dan tak kalah penting, yakni upaya menekan impor LPG. Kendati begitu, Bhima menolak jika kompor listrik solusi. Menurut dia, masalah utamanya pada tata kelola.

Ia pun menyarankan untuk melakukan percepatan infrastruktur jaringan gas (jargas), dimana pasokan LNG Indonesia berlimpah ruah. Upaya ini bisa menekan impor LPG.

Solusi lainnya, membatasi distribusi LPG 3 Kg dan agar sesuai sasaran. Caranya, sinkronisasi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dengan data pembeli LPG 3 Kg.

"Selama ini, kebocoran LPG 3 Kg karena pembiaran distribusi terbuka. Siapapun bisa beli. Jadi, hulu listrik dibenahi, paralel dengan pembatasan distribusi. Jangan loncat-loncat dari hulu belum beres, sudah mau ke hilir. Apalagi, memberatkan masyarakat," kata Bhima.

Penundaan, Bukan Pembatalan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER