Ned Davis Research memperingatkan kemungkinan resesi ekonomi global terjadi pada tahun depan mencapai 98 persen.
Lembaga riset AS itu mengungkap kans resesi global dari lonjakan inflasi, kebijakan moneter ketat lewat peningkatan suku bunga acuan, termasuk juga imbas perang Rusia-Ukraina.
Mengutip CNN Business, Kamis (29/9), Ned Davis Research menyebut resesi global yang akan terjadi bisa separah resesi ekonomi akibat pandemi pada 2020 lalu atawa juga krisis keuangan global pada 2008-2009 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini menunjukkan bahwa risiko resesi global yang parah meningkat untuk beberapa waktu pada 2023 mendatang," tulis riset tersebut.
Apalagi, banyak bank sentral kompak mengerek suku bunga acuan mereka dalam upaya untuk mengendalikan inflasi. Kondisi ini membuat para ekonom dan investor semakin murung.
7 dari 10 ekonom yang disurvei oleh World Economic Forum setuju kemungkinan besar terjadinya resesi global pada tahun depan. Bahkan, banyak ekonom merevisi kembali proyeksi pertumbuhan ekonomi.
Mengingat, lonjakan harga pangan dan energi, termasuk kekhawatiran biaya hidup yang tinggi.
Kemudian, 79 persen ekonom yang disurvei WEF pun memproyeksi kenaikan harga pangan dan biaya hidup tersebut akan memicu kerusuhan sosial, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah.
"Kasus utama kami adalah pendaratan yang sulit pada akhir 2023. Saya akan terkejut apabila kita tidak mengalami resesi pada tahun depan," tutur Investor Miliarder Stanley Druckenmiller di CNBC Delivering Alpha Investor Summit.