IMF Wanti-wanti Ekonomi Global Bakal Makin 'Gelap'
Dana Moneter Internasional (IMF) akan memangkas kembali proyeksi pertumbuhan ekonomi global. Pasalnya, prospek ekonomi global semakin gelap dan ancaman resesi semakin meningkat.
"Kami memperkirakan bahwa negara-negara yang menyumbang sekitar sepertiga dari ekonomi dunia akan mengalami setidaknya dua kuartal berturut-turut kontraksi tahun ini atau tahun depan," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, dikutip dari CNN Business, Jumat (7/10).
Bahkan, sambungnya, ketika pertumbuhan ekonomi positif akan tetap terasa seperti resesi karena pendapatan riil menyusut dan harga naik.
IMF mengantisipasi dunia bisa kehilangan US$4 triliun dalam output ekonomi selama periode sekarang hingga 2026.
Pertumbuhan global mencapai 6,1 persen pada Oktober 2021. Namun sejak itu IMF secara teratur menurunkannya. Lembaga keuangan global tersebut memperkirakan pertumbuhan ekonomi hanya 3,2 persen tahun ini dan 2,9 persen tahun depan.
Georgieva mengatakan perkiraan pertumbuhan ekonomi akan kembali diturunkan ketika IMF merilis laporan World Economic Outlook terbaru minggu depan.
Ia menggambarkan dunia berada dalam periode "kerapuhan bersejarah" akibat krisis termasuk pandemi covid-19, perang selama berbulan-bulan di Ukraina dan gelombang keras peristiwa cuaca ekstrem yang telah mendorong lonjakan harga.
Lihat Juga : |
Maka dari itu, ia mendesak para pembuat kebijakan untuk tetap berada di jalur memerangi inflasi. Namun, ia juga mengingatkan kebijakan moneter yang terlalu ketat dapat membawa dunia ke dalam periode resesi yang berkepanjangan.
"Pengetatan kebijakan moneter terlalu banyak dan terlalu cepat dan melakukannya secara sinkron di seluruh negara dapat mendorong banyak ekonomi ke dalam resesi yang berkepanjangan," ujarnya.
Dia juga mendorong pemerintah global untuk merespons dengan kebijakan fiskal yang ditargetkan dan sementara untuk membantu menopang warga mereka yang paling rentan tanpa menambah inflasi secara keseluruhan.
Bantuan itu juga disebutnya harus diperluas ke negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah yang berisiko mengalami kesulitan utang dan kelaparan.
"Ketidakpastian tetap sangat tinggi dalam konteks perang dan pandemi. Mungkin akan ada lebih banyak guncangan ekonomi," katanya.