Jakarta, CNN Indonesia --
Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus menghantam Indonesia. Padahal, ekonomi dalam negeri terbilang cukup solid pada kuartal II 2022.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2022 mencapai 5,44 persen, lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 5,01 persen.
Kendati pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, inflasi Indonesia juga tak kalah tinggi. Secara tahunan, inflasi September mencapai 5,95 persen (yoy), nyaris 6 persen. Ini adalah lonjakan inflasi tertinggi sejak November 2015 di mana saat itu inflasi tembus 6,25 persen (yoy).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski inflasi melonjak, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bolak balik meyakinkan kalau Indonesia masih jauh dari ancaman resesi.
Menurutnya, perekonomian Indonesia masih cukup sehat dan aman dari ancaman resesi. Namun, masih ada risiko resesi ekonomi yang dialami Indonesia, yakni sebesar 3 persen.
"Kita (Indonesia) relatif dalam situasi yang tadi disebutkan risiko (potensi resesi) 3 persen," tutur Sri Mulyani.
Bila dibandingkan dengan beberapa negara seperti AS, Eropa, hingga China, Indonesia masih terbilang cukup aman dari ancaman resesi 2023.
Kendati demikian, omongan Sri Mulyani mulai diragukan mana kala gelombang PHK terus menerus menghantam wajah ketenagakerjaan di Indonesia.
Apa iya kita selamat dari resesi ? Tercatat, sejak awal 2022 PHK terus terjadi di Indonesia. Tak hanya perusahaan kecil, layoff bahkan menghantam industri skala besar, atau sekelas startup unicorn yang valuasinya melampaui US$1 miliar.
Merunut ke belakang beberapa perusahaan besar yang melakukan PHK pada tahun ini yaitu TaniHub, perusahaan jasa kurir SiCepat, fintech LinkAja, perusahaan edtech Zenius, dan platform e-commerce JD.ID.
Kemudian, ada startup gim Mobile Premier League, LINE, Beres.id, MamiKos, dan Tokocrypto. Indosat Ooredoo Hutchison juga melakukan layoff terhadap 300 orang karyawannya.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Dalam sepekan terakhir ini, ada tiga perusahaan yang melakukan PHK yaitu situs jual beli mobil CarSome, platform belanja online Shopee, dan fintech Xendit yang memangkas 5 persen pekerjanya di Indonesia dan Filipina.
Menanggapi fenomena tersebut, Ekonom INDEF Nailul Huda menjelaskan gelombang PHK yang menghantam Indonesia adalah imbas dari kebijakan moneter Bank Indonesia yang mengerek suku bunga acuannya.
Ia memaparkan, meski ekonomi tumbuh positif, dunia dan Indonesia khususnya menghadapi lonjakan inflasi yang cukup tinggi.
Sehingga, ada konsekuensi permintaan layanan akan turun, dan kebijakan moneter akan mengetatkan suku bunga. Akibat dari pengetatan suku bunga tersebut, imbuhnya, biaya investasi semakin tinggi.
"Dan apabila ada utang ke perbankan, akan semakin tinggi bunga pengembaliannya. Akhirnya perusahaan melakukan efisiensi, salah satunya dengan melakukan PHK karyawan," jelasnya kepada CNNIndonesia, Rabu (5/10).
Selain itu, lanjutnya, imbas dari lonjakan inflasi dan berujung pada kenaikan suku bunga membuat perusahaan digital seperti Xendit seret akan pendanaan.
"Perusahaan kekurangan pendanaan untuk bisa bersaing dan beroperasi. Cukup berat jika tidak ada pendanaan bagi startup digital ini," katanya.
Ramai PHK Tanda-tanda Stagflasi
Sementara itu, Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan fenomena PHK yang terjadi sangat memungkinkan Indonesia masuk dalam jurang resesi pada tahun depan.
Ia menjelaskan dari sisi gejala PHK di banyak sektor, ini menjadi tanda-tanda terjadinya stagflasi, yaitu kenaikan inflasi yang tidak dibarengi dengan terbukanya kesempatan kerja.
Menurutnya, kondisi itu jika dibiarkan akan terus menciptakan tingkat pengangguran yang sangat signifikan.
"Ini yang perlu kita perhatikan. Kemudian juga dari fenomena ini berarti Indonesia mungkin juga masuk dalam resesi ekonomi," kata Bhima.
Dari sisi masyarakat, daya beli akan melemah, tertekan oleh inflasi yang tinggi akibat BBM dan harga pangan.
Di sisi lain, perusahaan akan menurunkan tingkat ekspansinya, perbankan juga akan lebih berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman.
"Efek berantainya ya ekonomi Indonesia yang saat ini masih bisa ditopang oleh harga komoditas, tapi kalau ancaman resesi global terjadi harga komoditasnya turun, maka akan menciptakan kesulitan dalam serapan lapangan kerja dan bisa mengganggu jalannya pemulihan ekonomi dari pandemi," ujarnya.
Sebab itu, hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah saat ini adalah menyiapkan jaring pengaman sebanyak mungkin, seperti bantuan sosial.
Kemudian, menyerap korban PHK dari startup ke instansi pemerintah dan BUMN. "Karena mereka yang di-PHK ini tergolong semi-skill dan high skill, dan itu akan mempercepat Indonesia untuk bertransformasi ke digital," katanya.
Solusi lainnya adalah mendorong UMKM mengingat sektor tersebut menyerap 97 persen tenaga kerja. Misalnya, dengan memberikan banyak insentif dan mempermudah penyaluran KUR sehingga terjadi perluasan pasar bagi produk usaha mikro tersebut.
[Gambas:Video CNN]