Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi inflasi negara berkembang akan membengkak pada akhir tahun ini, bahkan menembus level 9,9 persen.
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO), dikutip Rabu (12/10), IMF menyebut peningkatan proyeksi inflasi negara berkembang cukup drastis, yakni hingga 4 persen.
"Untuk pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang, inflasi diperkirakan meningkat dari 5,9 persen pada 2021 menjadi 9,9 persen pada 2022," tulis laporan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Namun, tingkat inflasi negara berkembang tersebut diproyeksikan akan turun menjadi 8,1 persen pada 2023 mendatang.
Tak cuma di negara berkembang, IMF juga memperkirakan lonjakan inflasi di negara-negara maju. Tak jauh beda, inflasi negara maju juga berpotensi meningkat pada akhir 2022 hingga 4,1 persen.
"Revisi inflasi ke atas sangat besar untuk negara-negara maju, di mana inflasi diperkirakan meningkat dari 3,1 persen pada 2021 menjadi 7,2 persen pada 2022," lanjut laporan itu.
Inflasi tersebut juga bakal menurun menjadi 4,4 persen pada 2023. Proyeksi tersebut naik sebesar 0,6 poin persentase dan 1,1 poin persentase pada 2022 dan 2023 dari perkiraan awal IMF Juli lalu.
Khusus untuk inflasi di Amerika Serikat, ada revisi naik 0,4 poin persentase menjadi 8,1 persen pada akhir 2022. Sedangkan inflasi zona Eropa direvisi naik 1,0 poin persentase ke 8,3 persen untuk tahun ini.
Sementara, laju inflasi secara global diperkirakan meningkat dari 4,7 persen pada 2021 menjadi 8,8 persen tahun ini. Namun, itu bakal menurun menjadi 6,5 persen pada 2023 dan berada di angka 4,1 persen pada 2024.
Laju inflasi di negara berkembang memang lebih tinggi dari tingkat inflasi global. IMF menjelaskan kondisi tersebut, terutama di Asia, terjadi karena perlambatan ekonomi di China hingga pasokan pangan yang terbatas.
"Risiko kesalahan kalibrasi kebijakan moneter, fiskal, atau keuangan telah meningkat tajam pada saat ketidakpastian tinggi dan kerentanan yang meningkat," kata kepala ekonom IMF Pierre-Olivier Gourinchas pada konferensi pers di Pertemuan Tahunan IMF dan Bank Dunia 2022.
Gourinchas juga mengatakan lonjakan inflasi dan kerentanan keuangan pun dibayangi oleh penguatan dolar AS. Hal ini, bisa membuat inflasi lebih persisten, terutama jika pasar tenaga kerja tetap sangat ketat.