Ekonom soal Neraca Dagang Surplus 29 Bulan Terakhir: Boom Komoditas
Neraca perdagangan Indonesia tercatat surplus US$4,99 miliar pada September 2022. Raihan ini menjadikan neraca dagang surplus 29 kali berturut-turut sejak Mei 2022 lalu.
Surplus neraca dagang mencerminkan kinerja ekspor lebih ciamik dibandingkan impornya.
Namun, Ekonom LPEM UI Teuku Riefky mengingatkan neraca dagang tokcer lebih dikarenakan lonjakan harga komoditas dunia atau commodities boom.
"Lebih karena boom komoditas yang membuat ekspor kita naik tajam nilainya, meskipun saat itu di tengah pandemi dan perang Rusia-Ukraina," imbuhnya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (18/10).
Commodities boom, kata Riefky, memberikan keuntungan bagi Indonesia setelah kenaikan harga komoditas unggulan, seperti batu bara dan sawit.
Sampai saat ini pun, harga batu bara masih terus meroket. Berdasarkan data ICE Newcastle Coal, harga rata-rata batu bara di level US$390 per ton sepanjang pekan lalu.
Selain itu, surplus neraca dagang juga ditopang oleh penurunan kinerja impor, terutama bahan baku. Pasalnya, selama pandemi covid-19 menekan perekonomian, kinerja manufaktur pun ikut terseok-seok.
"Turunnya impor, jauh lebih dalam daripada turunnya ekspor di masa pandemi kemarin," katanya.
Bahkan, Riefky meyakini, sekalipun harga-harga komoditas unggulan mulai stabil, neraca dagang masih akan surplus dikarenakan pemulihan ekonomi global akan terus mendorong kinerja ekspor. "Karena, saat produksi domestik naik, biasanya ekspor juga akan tertolong," jelasnya.
Hal senada disampaikan Ekonom Core Indonesia Yusuf Rendy Manilet. Menurut dia, Indonesia diuntungkan oleh lonjakan harga komoditas di tengah risiko global yang meningkat.
Selain itu, kenaikan harga komoditas juga sejalan dengan hilirisasi yang dijalankan pemerintah. Sehingga, kinerja ekspor jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
"Ini merupakan kombinasi antara program hilirisasi pemerintah untuk beberapa komoditas dan di saat bersamaan, kita melihat kenaikan harga komoditas," terang Yusuf.
Karenanya, ia menyarankan pemerintah untuk terus mendorong hilirisasi demi mendapatkan nilai tambah bagi komoditas unggulan Indonesia.
Misalnya, produk mentah yang tadinya baru setengah jadi, kini bisa dikembangkan atau ditingkatkan.
Ambil contoh, nikel, yang saat ini masih setengah jadi kemudian akan diproses menjadi baterai untuk kendaraan listrik.
"Dalam konteks mendorong hilirisasi produk ekspor komoditas Indonesia, perlu percepatan dari hilirisasi nikel ini menjadi produk yang mempunyai nilai tambah yang lebih tinggi, dalam konteks menjadi produk baterai untuk kendaraan listrik," imbuh Yusuf.
Dengan begitu, saat kinerja ekspor dari harga komoditas turun yang trennya terjadi belakangan ini, namun sektor lainnya tetap bisa menjadi andalan.
"Sekali lagi, untuk mengurangi kerentanan ekspor kita terhadap pergerakan harga komoditas global, maka hal ini (hilirisasi) memang perlu dipertimbangkan untuk dilakukan," tandasnya.