Separuh luasan lahan PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI belum bersertifikat. Oleh karena itu, perseroan menggandeng National Archives of The Netherlands (NAN) untuk memperkuat pengamanan aset lain.
Luas tanah KAI yang telah bersertifikat saat ini ada 135 juta meter persegi atau baru 50 persen dari total luas tanah seharusnya, yakni 270 juta meter persegi.
"KAI sangat serius untuk mengupayakan pengamanan aset-aset yang dimiliki. Kolaborasi dengan NAN ini sebagai langkah yang sangat penting untuk penelusuran dokumen kepemilikan aset era Hindia Belanda guna melengkapi bukti kepemilikan aset perusahaan," kata Direktur Utama KAI Didiek Hartantyo dalam rilis resmi, Jumat (28/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan sejarah, pembangunan kereta api di Indonesia dimulai sejak zaman kolonial, tepatnya pada 1864.
Melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949, aset-aset perkeretaapian milik Pemerintah Hindia Belanda kemudian dialihkan kepada KAI yang pada waktu itu bernama Djawatan Kereta Api (DKA).
Sejumlah arsip yang berkaitan dengan perkeretaapian di Indonesia diklaim masih banyak tersimpan di Belanda. Diperkirakan sekitar 20 persen dari total dokumen kepemilikan aset yang belum ditemukan di KAI akan ditelusuri NAN serta dimintakan salinannya sebagai bukti penguat kepemilikan aset.
KAI bertekad terus melakukan berbagai upaya melalui penjagaan, penertiban, dan pensertifikatan asetnya dalam rangka menjaga amanah pemerintah kepada KAI untuk mengamankan aset-aset negara.
Lihat Juga : |
Hingga Oktober 2022, KAI telah melakukan penertiban aset berupa tanah seluas 799.582 m2 dan bangunan seluas 45.723 m2 di berbagai wilayah.
"Dengan adanya sinergi antara KAI dengan NAN yang terjalin dengan baik, maka KAI akan semakin optimistis dalam mengamankan serta mengoptimalkan seluruh aset perusahaan untuk memajukan perkeretaapian nasional," tutup Didiek.