Resesi Minggir Usai AS Catat Ekonomi Tumbuh 2,6 Persen, Tapi Inflasi?

CNN Indonesia
Jumat, 28 Okt 2022 16:30 WIB
AS mencatat pertumbuhan ekonomi 2,6 persen pada kuartal III 2022. Realisasi ini menyingkirkan risiko resesi, namun bagaimana dengan inflasi?
AS mencatat pertumbuhan ekonomi 2,6 persen pada kuartal III 2022. Realisasi ini menyingkirkan risiko resesi, namun bagaimana dengan inflasi? (AFP/Tolga Akmen).
Jakarta, CNN Indonesia --

Amerika Serikat (AS) mencatat pertumbuhan ekonomi 2,6 persen pada kuartal III 2022. Realisasi ini seketika menyingkirkan risiko resesi ekonomi setelah ekonomi AS terkontraksi dua kuartal berturut-turut.

Namun, patut diingat, angka inflasi AS masih 'selangit.' Bahkan, tingkat inflasi AS saat ini tertinggi dalam 40 tahun terakhir, yakni 8,2 persen per September.

Memang, The Fed, bank sentral AS masih berupaya menjinakkan inflasi demi menekan kenaikan harga-harga. Tetapi, analis melihat masih ada ketidakseimbangan antara permintaan dan stok.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tidak cuma itu, AS juga tengah menghadapi gelombang kekurangan tenaga kerja, yang menjadi inti masalah lemahnya Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal pertama, yaitu 1,6 persen dan kuartal kedua 0,6 persen.

Di sisi lain, meskipun konsumen menghadapi tantangan pada kenaikan harga-harga, tetapi kondisi keuangan rumah tangga AS saat ini dianggap jauh lebih baik daripada krisis keuangan 2008-2009 silam.

Angka pengangguran pun di level terendahnya dalam setengah abad terakhir. Tengoklah, Biro Statistik Tenaga Kerja AS mencatat tingkat pengangguran turun menjadi 3,5 persen pada Juli setelah bulan sebelumnya di level 3,6 persen.

Karenanya, analis menilai tidak ada yang pernah tahu apakah AS akan atau sedang dalam resesi atau resesi ini telah berakhir.

Mengutip CNN Business, Jumat (28/10), terakhir kali AS terjebak dalam resesi pada 2020 atau saat awal pandemi covid-19. Namun, itu pun hanya berlangsung selama dua bulan.

Mark Hamrick, Analis Ekonomi Senior Bankrate.com mengatakan resesi memang menakutkan. Resesi membuat orang-orang kehilangan pekerjaan dan bisnis tutup.

Namun, inflasi juga tidak kalah mengerikan. Diperlukan kendali untuk menekan harga-harga yang melonjak. "Itulah mengapa saya mencoba untuk mengabaikan semua pertanyaan tentang apakah ada resesi," imbuh dia.

Sebab, ia melanjutkan rasa sakit akibat inflasi akan lebih buruk daripada rasa sakit yang akibat resesi, yakni meningkatnya angka pengangguran.

"Apa kesamaan resesi dan inflasi? Mereka memisahkan orang dari kemampuan untuk membeli hal-hal yang mereka butuhkan dan inginkan. Dalam hal ini, inflasi mempengaruhi lebih banyak orang," tutur Hamrick.

[Gambas:Video CNN]



(bir/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER