Bank sentral AS, The Fed, kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin (bps) untuk yang keempat kalinya. Suku bunga ditetapkan sebesar 3,5-4 persen, tertinggi sejak Januari 2008 silam.
Kepastian kenaikan suku bunga ini terjadi dalam rapat Federal Open Market Committee (FOMC yang berlangsung pada 1-2 November waktu AS.
Kebijakan moneter ketat ini menandai langkah terberat The Fed sejak 1980-an dan bakal memperdalam penderitaan jutaan bisnis dan rumah tangga AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gubernur The Fed Jerome Powell mengakui bahwa cara soft landing alias mendinginkan ekonomi AS tanpa memasuki resesi sudah semakin sempit. Namun, dia percaya diri langkah itu masih bisa dilakukan.
"Gambaran inflasi menjadi semakin menantang tahun ini," katanya, dikutip dari CNN Business, Kamis (3/11).
"Itu berarti kita harus memiliki kebijakan yang lebih ketat dan itu mempersempit jalan menuju soft landing," sambung Powell.
Powell juga menegaskan kembali komitmennya untuk menurunkan inflasi. Menurutnya, inflasi yang terus-menerus dan mengakar akan membuat penderitaan ekonomi yang lebih besar ketimbang resesi.
Pejabat The Fed mengatakan dalam menimbang kenaikan suku bunga di masa depan mereka akan mempertimbangkan kenaikan besar yang telah mereka setujui dan jeda antara tindakan Fed dan pengaruhnya terhadap perekonomian.
Wall Street menafsirkan pernyataan itu sebagai sinyal The Fed akan segera mengurangi laju kenaikan, yang membuat saham naik tajam.
Mengutip USA Today, Powell mengatakan The Fed tidak akan menghentikan kenaikan suku bunga dan perlu meningkatkan suku bunga sedikit lebih baik untuk mencapai tingkat yang cukup untuk menurunkan inflasi ke target 2 persen.
Kekhawatirannya adalah bahwa inflasi bisa menjadi berakar dalam ekspektasi konsumen dan bisnis dan The Fed harus bergerak tegas untuk mencegah dinamika tersebut.
"Terlalu dini untuk berpikir berhenti (menaikkan suku bunga). Kami punya cara untuk pergi," tegas Powell.