PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim) ingin agar pemerintah menciptakan wadah bagi perusahaan aplikator ojek online (ojol) seperti Organisasi Angkutan Darat (Organda).
Hal itu agar aplikator bisa dilibatkan dalam penyusunan kebijakan terkait ojol, termasuk masalah penentuan tarif yang kerap memicu aksi unjuk rasa mitra pengemudi.
"Kalau angkutan lain punya Organda, kalau taksi dan lain-lain ada komunitasnya organisasinya. Apakah kami akan dibuatkan organisasi karena kami aplikator sudah menyangkut hajat hidup orang banyak?" ujar Legal Consel PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim) Jerio dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Komisi V DPR RI di Jakarta, Senin (7/11)/.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan asal Rusia itu menilai komplain terkait tarif ojol seharusnya bisa dihindari aplikator dilibatkan sejak awal.
"Pemerintah mungkin bisa membantu kami untuk buat wadah, organisasi atau komite yang terdiri atas aplikator sehingga kami dilibatkan untuk pembentukan regulasi yang relevan ke depannya," ujarnya.
Maxim sendiri mendukung kebijakan pemerintah terkait penyesuaian tarif ojol yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan (KP) Nomor 667 Tahun 2022.
"Di sisi lain, kami mendapatkan respons dari pemda dan mitra driver. Beragam, tetapi kebanyakan komplain," ujarnya.
Salah satu keluhan yang ia dengar adalah banyak biaya-biaya tambahan yang seharusnya dalam rapat sudah masuk komisi tapi belum dimasukkan dalam perhitungan tarif.
Ia juga menyayangkan penyesuaian tarif untuk mitra roda empat yang tengah berlangsung tidak ada komponen biaya rinci untuk jadi dasar perhitungan. Dalam Peraturan Menteri (PM) Nomor 118 Tahun 2018 yang menjadi dasar hukum juga belum mengatur ketentuan komponen biaya secara rinci.
"Akibatnya di beberapa kota atau provinsi, penetapannya mengikuti ketentuan yang kurang relevan dengan bisnis kita. Akibatnya tidak baik untuk kami sebagai aplikator maupun untuk mitra kami," ujarnya.