Ekonomi Thailand tumbuh 4,5 persen pada kuartal III 2022 secara tahunan (yoy), tertinggi selama lebih dari setahun terakhir, meski masih dihadapkan dengan tantangan inflasi yang tinggi.
Pertumbuhan ini dipicu oleh kebijakan pemerintah yang mencabut pembatasan covid-19 sehingga sektor pariwisata mulai pulih. Kendati, prospek ekonomi Thailand masih diselimuti oleh berbagai risiko seperti inflasi yang menyentuh level tertinggi 14 tahun, perlambatan China, dan permintaan global yang lebih lemah.
Pemerintah Thailand menargetkan ekonomi tumbuh 3,2 persen tahun ini, lebih tinggi dibandingkan kisaran perkiraan sebelumnya sebesar 2,7 persen hingga 3,2 persen. Sementara pertumbuhan 2023 diperkirakan mencapai 3-4 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pertumbuhan (2023) terutama akan didukung oleh pemulihan sektor pariwisata, perluasan investasi swasta dan publik, perluasan permintaan domestik yang berkelanjutan, dan pertumbuhan yang menguntungkan dari sektor pertanian," kata Dewan Pembangunan Ekonomi dan Sosial Nasional, dikutip dari CNA, Senin (21/11).
Pertumbuhan kuartal ketiga ini sejalan dengan ekspektasi kenaikan 4,5 persen dalam jajak pendapat Reuters dan menandai percepatan dari pertumbuhan 2,5 persen yang terlihat pada kuartal II 2022.
Pada basis kuartalan, produk domestik bruto (PDB) Thailand tumbuh 1,2 persen yang disesuaikan secara musiman pada Juli-September, meleset dari perkiraan kenaikan 0,9 persen terhadap revisi 1,2 persen pada kuartal pertama.
Tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Negeri Gajah Putih ini tumbuh 1,5 persen, paling lambat di Asia Tenggara.
Inflasi diperkirakan akan membebani belanja konsumen dan investasi, dengan ekspor tertahan oleh perlambatan ekonomi global.
Karena masalah itu, Bank of Thailand diperkirakan kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 bps pada pertemuan November.
Ekonom di Tisco Group Thammarat Kittisiripat mengatakan pertumbuhan yang berkelanjutan akan membuat bank sentral lebih nyaman untuk menaikkan suku bunga utamanya lebih lanjut sampai seperempat poin.