Indonesia akan mengajukan banding atas putusan World Trade Organization (WTO) yang menyatakan RI kalah dalam sengketa gugatan larangan ekspor nikel yang diajukan oleh Uni Eropa (UE).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan Indonesia siap mengajukan banding atas putusan itu.
"Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum yang tetap, sehingga masih terdapat peluang untuk appeal atau banding. Pemerintah juga tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan diadopsi oleh Dispute Settlement Body (DSB)," jelasnya dalam rapat kerja Komisi VII DPR, Senin (21/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Selain banding, Arifin menyebut pemerintah bakal terus mempertahankan kebijakan hilirisasi mineral yakni nikel dengan cara mempercepat proses pembangunan smelter di dalam negeri.
Indonesia kalah dari UE terkait sengketa gugatan larangan ekspor nikel. Arifin mengungkapkan mengungkapkan alasan Indonesia kalah dari Uni Eropa dalam gugatan tersebut, yaitu Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994, dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994.
"Memutuskan bahwa kebijakan larangan ekspor dan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral (nikel) dalam negeri terbukti melanggar ketentuan WTO," kata Arifin.
Beberapa regulasi atau peraturan perundang-undangan Indonesia yang dinilai melanggar ketentuan WTO, antara lain UU No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Lalu, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 96 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan, dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Nantinya, final report akan didistribusikan kepada anggota WTO lain pada 30 November 2022 dan akan dimasukkan ke dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.
Sebelumnya, pemerintah melarang ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 11 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2018 tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Jadwal pelarangan ini lebih cepat dua tahun dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 2017 tentang perubahan keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang memperbolehkan ekspor tersebut hingga 2022.
Tapi kebijakan itu memicu protes dari Uni Eropa karena menganggap larangan ekspor nikel mengganggu produktivitas industri stainless steel mereka yang melibatkan 30 ribu pekerja langsung dan 200 ribu pekerja tidak langsung.