Menteri BUMN Erick Thohir menilai masyarakat berpenghasilan rendah belum siap dengan biaya energi hijau atau energi baru terbarukan (EBT).
Sebab itu, PLN tidak serta merta melakukan transisi energi atau memensiunkan dini PLTU dalam waktu dekat.
"Kalau energi terbarukan harganya mahal, yang tanggung siapa, bisa juga ke rakyat, tapi siap nggak rakyat kita?" kata Erick saat di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (29/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Ia menjelaskan di luar negeri masyarakat membeli listrik dengan harga yang lebih mahal karena menggunakan energi terbarukan. Sementara, kata Erik, di Indonesia hal seperti itu belum siap diterapkan.
"Kalau di luar negeri, bayar listrik lebih mahal, bayar BBM lebih mahal karena green orang bayar, di kita kan belum siap. Tingkat kemiskinan masih terasa. Kesenjangan masih terasa," katanya.
Tidak hanya itu, Erick juga menyebut jika PLTU dipensiunkan dalam waktu singkat dan EBT masih mahal industri pun ikut terkena dampaknya. Menurutnya, industri-industri akan menjadi tidak kompetitif.
"Industri-industri kita kalau listrik mahal itu enggak akan kompetitif. Itu yang diinginkan banyak negara supaya kita tak kompetitif. Itu lah pemerintah mengambil posisi, kalau negara lain (target nol emisinya) 2050, kita 2060," katanya.
Lebih lanjut, Erick mengatakan Presidensi G20 lalu membuahkan komitmen dari negara-negara maju untuk mendanai energi baru terbarukan. Menurutnya, hal itu bisa mempercepat investasi di sektor energi baru.
Dengan begitu, diharapkan harga EBT pun tidak akan terlalu mahal.
Pemerintah sendiri berkomitmen melarang pembangunan PLTU baru, bahkan memensiunkan dini melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022.