Senada, Peneliti Core Eliza Mardian mengatakan ketersediaan pangan milik pemerintah dan BUMN yang menipis bukan menjadi tanda Indonesia mengalami krisis pangan karena porsi penguasaan pemerintah yang relatif sedikit terhadap ketersediaan pangan nasional.
Misalnya beras, di mana Bulog hanya menguasai kurang lebih 10 persen terhadap total produksi beras nasional. Sedangkan 90 persen dikendalikan pelaku swasta di mana ini kurang tercatat dengan baik sehingga stok beras ril di masyarakat dan swasta tidak diketahui dengan pasti.
"Dengan penguasaan pemerintah yang relatif sedikit, tidak bisa menjadi jaminan bahwa kita mengalami krisis karena untuk kasus beras 90 persen-nya di masyarakat tidak tercatat," ujar Eliza.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiadaan data pangan yang dikendalikan swasta disebut bisa memicu spekulasi dan kebijakan yang tidak tepat sehingga berujung pada kerugian masyarakat dan produsen yakni petani atau peternak. Sebab itu, perlu pendataan di level produksi, penggilingan dan gudang, sehingga bisa memantau ketersediaan.
Eliza mengatakan rendahnya serapan gabah petani oleh Bulog disebabkan karena terbatasnya fasilitas Bulog serta harganya yang lebih rendah dibandingkan penggilingan swasta.
Berdasarkan penelitiannya di sentra produksi beras di Cianjur, ia menemukan mayoritas gabah petani banyak diserap penggilingan swasta.
Menurutnya, Bulog seharusnya lebih maksimal dalam menyerap gabah petani jika untuk penugasan demi cadangan beras pemerintah. Dalam pembelian gabah, imbuhnya, seharunya Bulog lebih memaksimalkan harga beli dari petani.
"Daripada impor menguntungkan petani luar, mending bantu menguntungkan petani dalam negeri," ujarnya.
Ia mengatakan ketersediaan pangan yang menipis memang bisa berdampak pada inflasi karena inflasi terutama di negara berkembang lebih banyak didorong oleh volatile food.
"Maka dari itu menjaga harga pangan adalah sebuah keniscayaan. Ini bisa dijaga jika ada data yang valid dan akurat. Pemerintah hingga saat ini blm memiliki neraca pangan tiap komoditas, ini yg perlu dibuat," ujarnya.
Di sisi lain, rencana pemerintah melakukan impor beras dianggap sudah terlambat karena komoditas tersebut diramal tiba menjelang panen raya. Sehingga kebijakan impor beras itu akan merugikan petani lantaran harga pembelian gabah di tingkat petani langsung turun.
Sementara itu, Direktur Utama Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan penurunan cadangan beras Bulog disebabkan karena kenaikan harga pupuk non-subsidi yang cukup signifikan, sementara pupuk subsidi hanya mampu memenuhi 30 persen total kebutuhan pupuk nasional.
Lihat Juga : |
Kemudian pemerintah juga masih memiliki masalah dengan data cadangan beras. Meskipun sudah ada BPN, koordinasi data antarinstansi dan kementerian masih belum bersinergi.
"Sehingga di satu sisi ada klaim beras sedang surplus, sementara dari Bulog klaim cadangan berasnya menipis. Jadi masalah pendataan ini juga harus segera diperbaiki," katanya.
Bhima menilai jika cadangan pangan khususnya beras yang menipis terus dilanjutkan maka tidak hanya bisa meningkatkan inflasi tetapi juga berpengaruh langsung ke garis kemiskinan. Pasalnya sebagian besar garis kemiskinan disumbang oleh beras.
"Jadi kalau beras naik di pasaran, maka efeknya bisa ke inflasi di akhir tahun ini dan di 2023 inflasinya bisa lebih tinggi dipicu oleh inflasi pangan," gurjar Bhima. Untuk mengatasi kondisi tersebut, Bhima menyarankan pemerintah harus memperbaiki data terkait pangan nasional.
Kemudian, anggaran Bulog juga sebaiknya ditambah untuk merevitalisasi gudang di daerah serta untuk meningkatkan kapasitas serapan gabah dari petani. Pemerintah juga bisa menambah anggaran subsidi pupuk, bahkan dua kali lipat pada tahun depan.
Di sisi lain, jika pemerintah ingin impor beras maka harus dilakukan dengan hati-hati karena impor bisa berpengaruh terhadap harga gabah petani. Jika impornya terlalu membanjiri pasar dalam negeri, banyak petani justru malas untuk menanam padi dan beralih ke komoditas tanamannya lain. Jika hal itu terjadi, maka luas area panen padi bisa berkurang ke depannya.