Dugaan Manipulasi Polis Jadi Alasan OJK Cabut Izin Wanaartha Life

CNN Indonesia
Kamis, 08 Des 2022 16:58 WIB
OJK mengungkap ada dugaan manipulasi polis yang dilakukan oleh Wanaartha Life sehingga kemudian mereka mencabut izin usaha perusahaan asuransi tersebut. (Tangkapan layar web wanaarthalife.com).
Jakarta, CNN Indonesia --

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap alasan pencabutan izin PT Asuransi Jiwa Adisarana WanaArtha (WanaArtha Life/PT WAL). 

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Ogi Prastomiyono mengungkap laporan keuangan tersebut bermasalah. Sejak 2019 laporan keuangan Wanaartha Life tercatat seolah-olah normal. Saat itu kewajiban perusahaan tercatat sebanyak Rp 3,7 triliun sedangkan asetnya Rp 4,712 triliun, dan ekuitas tercatat positif Rp 977 miliar.

Namun ketika diaudit pada 2020, ada polis tidak tercatat pada pembukuan perusahaan.

"Jadi ketika dimasukkan ke dalam laporan keuangan perusahaan maka kewajiban PT WAL 2020 meningkat kewajibannya menjadi Rp 15,84 triliun, naik Rp 12,1 triliun kenaikan kewajibannya. Kemudian asetnya naik sedikit Rp 5,68 triliun sehingga ekuitas Rp 10,8 triliun ini audited terakhir dilakukan 2020," jelasnya seperti dikutip dari detikcom, Kamis (8/12).

Menurut Ogi, laporan keuangan hasil audit menunjukkan kewajiban jauh dari aset dan tidak bisa disanggupi oleh pemegang saham untuk melakukan penambahan modal atau investasi baru.

Menanggapi pencabutan izin itu, Presiden Direktur Wanaartha Life Adi Yulistanto mengungkapkan langkah OJK mencabut izin usaha perusahaan bersumber dari permasalahan keuangan yang ditimbulkan bos dan jajaran direksi lama.

Adi beserta jajarannya baru menduduki posisinya di WanaArtha Life sejak Desember 2021. Saat itu ditemukan laporan keuangan 2020 belum teraudit.

Akhirnya ia menyewa seorang auditor untuk membantunya. Dari sana, pihaknya menemukan adanya dugaan kejahatan keuangan berdasarkan hasil audit laporan keuangan 2020.

"Memang dilaporkan kewajiban Rp 15,7 T itu berdasarkan audit independen. Sedangkan nasabah yang tercatat berdasarkan audit ada 29 ribu," ujar Adi.

Adi mengatakan, OJK menyatakan WanaArtha Life tidak dapat memenuhi rasio solvabilitas (risk based capital/RBC) yang ditetapkan oleh OJK sesuai ketentuan yang berlaku. Bahkan, ketika menduduki posisinya.

"Saat kami masuk pun di laporan keuangan 2020, sudah menyatakan minus 2.000 persen solvability-nya kan. Padahal peraturan OJK bilang 120 persen," ujar Adi.

Ia pun menjelaskan dengan logika sederhana. Semisal perusahaan menampung dana pemegang polis sebanyak Rp10 triliun. Otomatis, dana yang dipegang perusahaan haruslah minimal 120 persennya yaitu Rp 12 triliun.

Hal ini pun membuktikan perusahaan mampu memenuhi kewajiban pembayaran Rp 10 triliun tersebut.

"Artinya 120 persen, itu aturannya. Tapi dana nasabah misalnya Rp10 triliun itu, asetnya malah minus 2.000 persen, bukan hanya minus 120 persen. Berarti kurang 2.000 persenuntuk melunasi. Jangankan nol," katanya.

Karena itulah, menurutnya, yang dibutuhkan untuk menyelesaikan permasalahan dan menyehatkan keuangan perusahaan ialah setoran modal baik dari pada pemegang saham maupun calon investor.

Menyangkut aset perusahaan, Adi menyebut, nominalnya tidak melebihi Rp 100 miliar yang terdiri atas aset bergerak dan tak bergerak. Namun ia yakin, nominalnya sendiri berada di atas angka Rp 50 miliar. Data ini berdasarkan pembukuan keuangan di akhir 2021.

"Kemudian aset lainnya juga ada dana jaminan Rp 170 miliar. Setiap perusahaan asuransi harus menyiapkan dana jaminan. Saat likuidasi bisa dicairkan untuk para pengguna polis," ucapnya.

Adi juga menyebut adanya dana portofolio Rp 330 miliar yang sebelumnya telah disita Kejaksaan Agung. Namun ia meyakini, dana tersebut seharusnya bisa dikembalikan. Total keseluruhan aset tersebut masih terlampau jauh dari dana kewajiban Rp 15,7 triliun.

"Masih terlampau jauh tapi diusahakan bisa memberi kontribusi ke para pemegang polis," katanya.

(agt/sfr)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK