Masyarakat Transportasi soal Subsidi Motor Listrik: Salah Sasaran

CNN Indonesia
Rabu, 14 Des 2022 14:33 WIB
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai subsidi motor listrik salah sasaran. Bahkan, tak menyelesaikan masalah transportasi.
Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai subsidi motor listrik salah sasaran. Bahkan, tak menyelesaikan masalah transportasi. Ilustrasi. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono).
Jakarta, CNN Indonesia --

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai rencana pemerintah menggelontorkan subsidi kendaraan listrik, khususnya motor listrik untuk transportasi online, salah sasaran. Bahkan, tak menyelesaikan masalah transportasi di Indonesia.

"Kalau rujukannya Inpres 7 Tahun 2022, sangat jelas, bahwa yang disasar peraturan tersebut ialah Kendaraan Dinas Operasional dan atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah," ungkap Ketua MTI Tory Darmantoro, mengutip Antara, Rabu (14/12).

MTI, lanjut dia, justru menekankan perlunya peralihan penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum, sehingga penataan angkutan umum di seluruh kota di Indonesia perlu diperkuat, serta terus disempurnakan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengungkap saat ini, ekosistem transportasi di Indonesia masih didominasi kendaraan pribadi, yaitu sekitar 80 persen-90 persen dibandingkan angkutan umum yang hanya 10 persen-20 persen.

Hal itu mengakibatkan masalah kemacetan, pemborosan BBM, pembengkakan subsidi, hingga polusi udara perkotaan yang terus meningkat.

"Angkutan online, terutama sepeda motor yang akan diprioritaskan mendapat subsidi kendaraan listrik sesungguhnya tidak lebih membutuhkan subsidi, ketimbang angkutan umum perkotaan lain yang berbasis bus atau rel," jelasnya.

Lebih lanjut ia menyebut berdasarkan undang-undang, sepeda motor bukanlah angkutan umum karena masalah keselamatan dan tingkat fasilitasnya tinggi ketika terjadi kecelakaan. Belum lagi, masalah pengaturan perannya dalam tatanan transportasi nasional.



"Penggunaan motor seolah menjadi angkutan umum karena anomali sistem transportasi di Indonesia yang didominasi oleh sepeda motor. Anomali yang seolah jadi kewajaran, ditambah dengan celah kevakuman regulasi," terang Tory.

Di sisi lain, ia mengaku butuh dukungan fiskal pemerintah untuk pengembangan kendaraan listrik sebagai upaya konversi energi BBM ke energi listrik.

Karenanya, subsidi akan lebih tepat bila diberikan untuk pembangunan infrastruktur. Bukan pada kegiatan konsumsi yang seharusnya menjadi mekanisme pasar.

Ambil contoh, subsidi infrastruktur kendaraan listrik, seperti charging station, battery swab, dan proses sambungan listrik yang mudah dan murah bagi fasilitas pengisian daya bagi kendaraan listrik.

"Subsidi produksi atau subsidi harga jual yang bisa mencapai triliunan rupiah tersebut sebaiknya dialihkan ke pembangunan infrastruktur kendaraan listrik untuk angkutan umum. Atau paling tidak sebagian dialihkan ke subsidi bus listrik untuk mewujudkan angkutan umum yang berkualitas, dan terjangkau, serta ramah lingkungan," imbuh Tory.

Kalau pun subsidi dimaksudkan untuk menekan disparitas harga kendaraan listrik, termasuk motor listrik, dari kendaraan berbahan bakar fosil, maka sebetulnya pajak karbon dapat diterapkan agar terjadi kompetisi sehat.

Pajak karbon, sambung Tory, juga merupakan penerapan konsep polutan pay principle dimana para penggunaan kendaraan BBM yang mengotori udara dengan asap kendaraannya membayar pajak untuk polusi yang dikeluarkannya.

"Alih-alih pemerintah mengeluarkan subsidi kendaraan listrik, malah pemerintah akan mendapatkan pajak karbon dari mekanisme tersebut," tandasnya.

[Gambas:Video CNN]



(bir/sfr/sfr)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER