Krisis Listrik di Negeri Gelimang Batu Bara
Masyarakat dikejutkan dengan ancaman krisis listrik pada akhir 2021 menuju 2022. Pasalnya, PT PLN (Persero) defisit batu bara yang dapat mengganggu pasokan listrik untuk 10 juta pelanggan di kawasan Jawa, Madura, dan Bali.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin mengungkapkan dari 5,1 juta metrik ton (MT) penugasan untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) batu bara dari pemerintah, pengusaha hanya memenuhi sebesar 35 ribu MT atau kurang dari 1 persen per 1 Januari 2022.
"Jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan tiap PLTU yang ada. Bila tidak segera diambil langkah-langkah strategis maka akan terjadi pemadaman yang meluas," ungkap Ridwan pada 1 Januari lalu, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM.
Rendahnya realisasi kewajiban pemenuhan batu bara DMO dari pengusaha batu bara menjadi akar masalah ancaman krisis listrik Tanah Air.
Pemerintah lantas melarang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ekspor batu bara. Larangan ini resmi berlaku sejak 1 hingga 31 Januari 2022.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan menegaskan perusahaan batu bara yang tidak memenuhi kebijakan DMO akan dikenakan sanksi penalti.
Di lain sisi, Menteri BUMN Erick Thohir mencopot Direktur Energi Primer PT PLN (Persero) Rudy Hendra Prastowo imbas krisis ini. Erick mengangkat Hartanto Wibowo sebagai gantinya pada 6 Januari.
Lihat Juga : |
Berdasarkan data dari PLN, stok batu bara mereka meningkat pada periode Februari hingga Juni 2022, yakni di kisaran 5,1 juta hingga 5,7 juta metrik ton (MT).
Meski begitu, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menuturkan kebutuhan batu bara juga meningkat seiring dengan penambahan permintaan listrik.
Ia memperkirakan penugasan batu bara meningkat dari 130 juta MT menjadi 135 juta MT pada 2023. Angka tersebut akan naik lagi ke 155 juta MT sampai dengan 160 juta MT pada 2030.
Merespons ancaman krisis batu bara yang berdampak pada aliran listrik Tanah Air, Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengamini beberapa perusahaan tidak patuh dengan kebijakan DMO batu bara.
Setelah dievaluasi, pemerintah menyatakan bahwa semua perusahaan yang diberikan tanggung jawab dalam memberikan DMO telah memenuhi kewajibannya.
"Faktor yang mendorong harga batu bara sangat tinggi terutama di awal 2022 sangat kecil peluangnya untuk terjadi lagi di 2023 nanti. Apalagi dengan asumsi tren penurunan harga komoditas yang tengah terlihat saat ini berlanjut hingga tahun depan," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (14/12).
Terlepas dari itu, Yusuf menekankan pengalaman krisis listrik di awal 2022 harus jadi bahan pembelajaran bagi stakeholder terkait, termasuk mengenai proses pengawasan pemenuhan kewajiban DMO.
Selain itu, pemerintah perlu memetakan kebutuhan listrik dan suplai yang tersedia di dalam negeri.
Bersambung ke halaman berikutnya...