Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyangkal temuan Bank Dunia yang menyebut harga beras Indonesia paling mahal se-Asia Tenggara.
Syahrul heran dengan dasar perhitungan harga beras Bank Dunia. Selain itu, ia mempertanyakan kapan data tersebut diambil.
"Menurut para pakar yang ada, tidak betul itu! Terus, mengambil sampling-nya atau random sampling statistiknya di mana? Kapan?," katanya di sela-sela rapat kerja Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup di Jakarta, Rabu (21/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Menurutnya, waktu pengambilan data menjadi penting. Sebab, kalau Bank Dunia mendata pada saat musim tanam, memang tidak ada panen. Ketiadaan ini membuat harga beras tinggi.
"Kalau di saat kita lagi menanam, ya nggak ada lagi panen, tentu harga juga melakukan dinamika," ucapnya.
Ia meragukan data Bank Dunia lantaran berbeda dengan temuan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO). Menurut badan pangan di bawah naungan PBB itu, beras Indonesia justru tergolong murah.
"Data FAO kita nomor 2 (paling rendah). Yang mana yang dipakai (untuk sampling statistiknya)?" pungkasnya.
Bank Dunia melaporkan harga eceran beras Indonesia paling tinggi di antara negara-negara ASEAN. Data tersebut dimuat dalam Laporan Bank Dunia Indonesia Economic Prospect (IEP) December 2022.
Temuan Bank Dunia, harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras di Filipina.
Bahkan, harga beras Indonesia disebut dua kali lipat lebih mahal dari beras di Vietnam, Kamboja, dan Myanmar.