Pengusaha Sebut WTO Diskriminasi RI Soal Larangan Ekspor Nikel
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menilai keputusan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengabulkan gugatan Uni Eropa terkait larangan ekspor Indonesia tidak tepat dan mencerminkan tindakan diskriminasi.
Menurut Hariyadi, WTO seharusnya mengatur sisi perdagangan, bukan produksi.
"Menurut saya WTO ini aneh. Kelihatan banget ambivalennya, diskriminasi lah saya bilang. Kalau giliran negara maju membatasi ekspornya enggak apa-apa, tapi kalau giliran kita segala macam tuduhan dikasih ke kita," ujar Hariyadi di Kantor Apindo, Rabu (21/12).
Lihat Juga : |
Di sisi lain, Hariyadi mengatakan kekalahan Indonesia dalam gugatan larangan ekspor nikel oleh Uni Eropa ke WTO tidak akan memengaruhi hilirisasi nikel di dalam negeri.
Ia lantas menyarankan pemerintah untuk mengajukan argumentasi dalam persidangan terhadap putusan WTO tersebut.
"Andaikata kita kalah, menurut saya tetap saja kita terus (hilirisasi), enggak usah hiraukan. Itu kepentingan kita kok," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan akan mengajukan banding atas kekalahan Indonesia dalam gugatan larangan ekspor nikel oleh Uni Eropa WTO.
Meski kalah, Jokowi bersikukuh untuk tetap melakukan hilirisasi bahan mentah demi mendapatkan nilai tambah.
"Meskipun kita kalah di WTO, kita kalah urusan nikel, digugat Uni Eropa, enggak apa-apa, saya sudah sampaikan ke Menteri (ESDM) (ajukan) banding," katanya dalam Rakornas Kementerian Investasi, Rabu (30/11).
Jokowi mengatakan Indonesia harus berhenti mengekspor bahan baku mentah karena demi mendapatkan nilai tambah. Ia mencontohkan kebijakan larangan ekspor nikel yang membuat Indonesia mengantongi Rp300 triliun per tahun.
Padahal, Indonesia sebelumnya hanya meraup Rp20 triliun saat mengekspor bahan mentah nikel.
Atas dasar itu, Jokowi menegaskan Indonesia tidak akan mundur dalam menghadapi gugatan soal larangan ekspor nikel. Ia mengatakan langkah itu dilakukan karena Indonesia ingin menjadi negara maju.
"Kalau kita digugat saja takut, mundur, ya enggak akan kita menjadi negara maju," ujarnya.