Eko Endarto mengatakan emas bisa dipilih sebagai investasi jangka pendek dan safe haven untuk penyelamat cashflow.
Safe haven adalah jenis investasi yang diharapkan nilainya tetap bertahan atau meningkat ketika terjadi gejolak di pasar.
Hal senada juga disarankan oleh Imelda Tarigan. Namun, Perencana Keuangan OneShildt Consulting itu lebih menekankan emas sebagai investasi jangka panjang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Emas tetap pengaman inflasi walaupun return-nya tidak meroket dan baik untuk jangka panjang juga," ujarnya.
Mengamini pernyataan Imelda, Andy Nugroho mengatakan emas bisa dipilih sebagai investasi jangka panjang di atas 5 tahun.
"Pertimbangannya karena saat ini harga cenderung turun atau stagnan, sehingga bisa membelinya di harga lebih murah dengan harapan bisa mendapatkan keuntungan untuk jangka panjang," tutur Andy.
Investasi di sektor tanah dan properti juga bisa menjadi pilihan cuan di tahun depan. Menurut Andy, harga tanah dan properti cenderung stagnan.
"Ini membuat Anda bisa mendapatkan properti dengan harga yang menarik, kemudian bisa disewakan untuk mendapatkan untung jangka pendek atau dijual lagi setelah 5 tahun sebagai investasi jangka panjang," ungkapnya.
Sementara itu, Imelda menilai harga tanah dan properti mungkin akan sedikit lebih rendah di 2023. Namun, potensi jangka panjangnya masih bagus.
Imelda mengungkap instrumen investasi yang tidak bisa disepelekan, yakni kesehatan dan pendidikan.
"Investasi pada bidang kesehatan dan pendidikan atau keterampilan juga pilihan yang sangat bagus karena di masa resesi pun orang tetap harus berobat dan meningkatkan kompetensi," ujarnya.
Beralih ke investasi yang sebaiknya dihindari, Imelda secara khusus menyoroti instrumen investasi valuta asing alias valas. Menurutnya, valas tidak cocok dipilih melihat ketidakpastian ekonomi global pada tahun depan.
"Yang harus dihindari investasi valas karena volatilitas keuangan global akan meningkat seiring resesi dan kenaikan suku bunga global," tegasnya.
Eko Endarto menyarankan investor untuk menghindari investasi kripto di tahun depan. Menurutnya, berinvestasi di pasar kripto masih spekulatif.
Senada, Andy juga menyarankan investor untuk tidak berfokus pada kripto. Menurut Perencana Keuangan Mitra Rencana Edukasi (MRE) itu, kripto tidak memiliki underlying asset.
Underlying asset adalah suatu aset bernilai ekonomi yang menjadi dasar diterbitkannya sebuah instrumen investasi.
Sementara itu, Imelda menyebut investasi kripto dikembalikan kepada profil risiko investor. Namun, ia memproyeksi sulit untuk melihat kembali kejayaan kripto tahun depan.
"Belajar dari kegagalan kripto tahun ini, rasanya akan sulit membangkitkan lagi animo seperti dulu. Pada dasarnya spekulasi ini semata-mata hanya permainan persepsi, tanpa underlying asset yang jelas," kata Imelda.
Selain saham, Andy secara spesifik menyoroti investasi di forex. Menurutnya, boleh saja memilih forex sebagai instrumen investasi, tetapi porsinya harus dibatasi.
"Sama seperti saham, boleh saja kalau mau tetap investasi di situ. Namun, persentasenya dibatasi maksimal hanya 60 persen dari portofolio aset dan selalu dicermati," tegasnya.
Sementara itu, Imelda menganggap investasi forex tergantung para 'bandar'. Ia menganggap ada kemungkinan forex bisa bubbling alias meningkat secara cepat.
"Kalau para bandarnya bisa menciptakan persepsi optimis di masa resesi, bisa saja bubbling lagi pasar kripto dan forex. Trading ini tidak tergantung pada fundamental ekonomi, mereka punya dunianya sendiri," ungkap Imelda.
Sedangkan Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto menilai investasi forex masih boleh dilakukan, khususnya untuk mereka yang memiliki tujuan jangka pendek.