Kilas Balik Harga Minyak Dunia Sepanjang 2022

CNN Indonesia
Selasa, 27 Des 2022 16:09 WIB
2022 menjadi puncak tertinggi harga minyak dunia dipicu pemulihan ekonomi dan krisis energi. Harga minyak pernah menembus US$133 per barel. Ilustrasi. (Getty Images).
Jakarta, CNN Indonesia --

2022 menjadi puncak tertinggi harga minyak dunia. Pemulihan ekonomi setelah dihantam pandemi covid-19 hingga perang antara Rusia dan Ukraina yang memicu krisis energi turut melambungkan harga minyak ke level tertinggi.

Sejak awal 2022, harga minyak dunia terus melonjak. Bahkan, harganya pernah cukup lama bertahan di atas US$100 per barel. Pada 3 Januari 2022, harga minyak mentah berjangka Brent tercatat sebesar US$78,57 per barel dan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) sebesar US$75,85 per barel.

Harga minyak pada pembukaan tahun memang cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun lalu, harganya pernah mencapai harga minus alias tidak laku karena wabah covid-19. Kala itu, seluruh aktivitas ekonomi berhenti.

Kemudian, pada akhir Januari (31/1), harga minyak Brent tercatat naik ke US$89,26 per barel, sedangkan WTI US$86,49 per barel. Harga minyak merangkak naik karena aktivitas perekonomian mulai pulih. Pemulihan itu berdampak pada peningkatan permintaan minyak.

Februari 2022, harga minyak menyentuh level tertinggi, apalagi setelah serangan Rusia ke Ukraina pertama kalinya terjadi pada 24 Februari. Saat itu harga minyak Brent tercatat US$92,89 per barel dan WTI sebesar US$90,94 per barel.

Perang ini menimbulkan kekacauan pada rantai pasok minyak dunia. Sebab, Rusia merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia. Semenjak itu, harganya terus menanjak, menembus level US$100 per barel untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir.

Harga minyak tertinggi tahun ini tercatat pada 8 Maret 2022 yang tembus US$133 per barel usai AS melarang impor minyak dari Rusia. Larangan ini merupakan hukuman dari Paman Sam lantaran saat itu Rusia habis-habisan menggempur Ukraina.

AS bahkan mengancam akan memberikan sanksi ekonomi kepada negara yang tetap kekeuh impor minyak dari Rusia. Ancaman ini membuat pasokan minyak menipis dan harga melonjak.

Minyak Brent untuk pengiriman Mei pada waktu itu naik US$4,77 atau 3,9 persen menjadi US$127,98 per barel, setelah mencapai harga tertinggi sesi di US$133,09 pada Maret sebelumnya. Sementara, WTI naik US$4,30 atau 3,6 persen menjadi US$123,70 per barel, setelah mencapai harga tertinggi sesi US$129,40 per barel. Hingga Juli, harga minyak masih betah bertengger di atas US$100 per barel.

Berbagai negara pun menyatakan mengalami krisis energi dan kenaikan jumlah utang serta inflasi. Pasalnya, harga energi yang tinggi menyebabkan berbagai harga barang-barang naik drastis.

Indonesia juga mengalami tekanan serupa. Menteri Keuangan Sri Mulyani sampai berkali-kali menyebutkan semua permasalahan terjadi di tahun ini karena serangan Rusia ke Ukraina.

"Kita mengalami hal yang luar biasa. Harga minyak tiba-tiba melonjak tinggi di atas US$100 per barel, padahal sebelumnya sempat minus. Ini yang membuat pemerintah harus menambah subsidi energi yang tadinya hanya sekitar Rp170 triliun menjadi lebih dari Rp400 triliun," katanya.

Jelang akhir tahun, harga minyak berangsur turun ke level terendah. Bahkan lebih kecil dibandingkan pembukaan awal tahun. Pada 9 Desember lalu, minyak mentah Brent tercatat US$76,1 per barel dan WTI sebesar US$71,21 per barel. Anjloknya harga minyak disebabkan para investor meninggalkan pasar karena gejolak dan ketidakpastian ekonomi.

Selain itu, aktivitas sektor jasa di China juga mencapai titik terendah dalam enam bulan terakhir. Ekonomi Eropa juga melambat karena tingginya biaya energi dan kenaikan suku bunga.

Kini, harga minyak terus berfluktuasi di kisaran US$80 per barel. Tahun depan, harga minyak diprediksi masih tetap tinggi setelah ada sinyal pemangkasan pasokan oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC).

(ldy/pta)
KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK