Anker Protes Tarif KRL Si Kaya Bakal Naik: Mending Saya Ngisi Bensin

CNN Indonesia
Rabu, 28 Des 2022 13:59 WIB
Pengguna KRL memprotes rencana Menteri Perhubungan yang akan mencabut tarif subsidi KRl bagi orang kaya.
Pengguna KRL memprotes rencana Menteri Perhubungan yang akan mencabut tarif subsidi KRl bagi orang kaya. Ilustrasi. (Agung Pambudhy).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi akan mencabut subsidi tarif KRL untuk orang kaya. Sistem subsidi baru akan diberlakukan untuk memastikan yang menikmati tarif KRL murah saat ini adalah penerima yang tepat.

Menurutnya, saat ini tarif KRL hanya sekitar Rp4 ribuan untuk jarak minimal karena subsidi jenis Public Service Obligation (PSO) yang diberikan pemerintah. Padahal, tarif asli harusnya sekitar Rp10 ribu-Rp15 ribu. 

Dengan pemberlakuan sistem subsidi ini, kemungkinan tarif KRL bagi masyarakat mampu akan mendekati tarif asli atau tanpa subsidi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah pengguna KRL yang kerap disebut anker alias anak kereta memprotes rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Anker asli Bojonggede, Awan (27), mengaku jika ia bakal lebih memilih naik kendaraan pribadi ketimbang naik KRL kalau kebijakan ini diterapkan.

Ia berhitung, dengan asumsi tarif dasar Rp15 ribu, maka dari rumah Awan ke tempat kerjanya di Kemayoran, Jakarta Pusat, bisa mencapai tarif Rp20 ribu sekali jalan. Jika pulang pergi, maka Awan harus menghabiskan Rp40 ribu dalam sehari.

"Apalagi bisa berapa kali transit. Misal saya dari Bogor ke Tanah Abang, itu transit dan sekali jalan jangan-jangan jadi Rp20 ribu sampai Rp30 ribu. Mending saya ngisi bensin daripada naik KRL," kata Awan kepada CNNIndonesia.com, Rabu (28/12).

Awan menilai kebijakan ini justru membuka peluang untuk pengguna KRL beralih kembali ke kendaraan pribadi. Padahal, menurutnya, setiap warga berhak mendapatkan akses pelayanan transportasi umum, terlepas dari pengelompokan kaya atau miskin.

"Ketika dia bisa naik motor atau mobil, (alih-alih naik KRL) mungkin mereka jadi naik kendaraan pribadi, eh malah jadi macet. Harusnya yang dimahalin pajak mobil tuh, bukan malah cabut subsidi," ujarnya.

Awan pun mempertanyakan kategori kaya yang dimaksud oleh Menhub Budi Karya Sumadi. Ia menilai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pun bisa jadi memprotes kebijakan ini sebab tak ada kategori 'orang kaya' yang jelas dari pemerintah.

"Ini kebijakannya diskriminatif ya untuk warga yang seharusnya dapat subsidi buat pelayanan publik transportasi. Karena orang-orang menengah ke atas pun ya berhak dapat akses ke transportasi publik," tegasnya.

Anker asli Bekasi Akah (29) juga mempertanyakan mekanisme penetapan kategori kaya-miskin yang dirujuk pemerintah. Menurutnya, KRL adalah moda transportasi andalan warga Jakarta dan kota penyangganya seperti Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.

"Kalau ada pembedaan harga tiket, artinya pemerintah melakukan diskriminasi dong. Padahal transportasi massal sudah selayaknya dipandang sebagai hak dan kebutuhan dasar warga megapolitan Jabodetabek," kata Akah.

Akah berpandangan orang kaya dengan kemampuan membeli kendaraan pribadi seperti mobil semestinya didorong untuk menggunakan transportasi publik, salah satunya lewat harga KRL yang terjangkau.

Ia juga menilai implementasi kebijakan ini akan berantakan sebab sulitnya menentukan kategori kaya dan miskin. Tak cuma itu, Akah meragukan data yang dimiliki pemerintah akan valid.

"Selain itu, pasti akan banyak orang yang main kucing-kucingan juga. Jadi sudahi saja lah rencana subsidi tepat sasaran itu," tuturnya.

Alih-alih menerapkan kebijakan subsidi tepat sasaran, Akah meminta agar pemerintah membenahi sistem KRL yang menurutnya masih banyak kekurangan di sana-sini. Ia mengaku masih sering harus menunggu lama dan mendapatkan jadwal kereta yang tak tepat waktu.

"Sekarang kalau memang pemerintah mau kurangi subsidi ke orang kaya, jaminan kenyamanan KRL seperti apa sih yang ditawarkan? KRL masih banyak cacatnya kok," tegasnya.

Anker lainnya, Izah (22) berpendapat jika pemerintah ngotot untuk memangkas subsidi KRL, maka pemerintah perlu menerapkan golongan untuk penetapan tarif. Menurutnya, selisih antara tarif dasar saat ini yaitu Rp3 ribu ke rencana tarif Rp10 ribu memiliki selisih terlalu jauh.

"Kayaknya perlu diperhatikan parameternya dan gap Rp3 ribu ke Rp10 ribu itu kan jauh banget. Jadi ya kalau mau dibikin sistem golongan aja biar manfaat," katanya.

Ia mengapresiasi langkah pemerintah yang mewacanakan kenaikan tarif ini dengan membawa semangat subsidi silang. Namun ia berharap pemerintah melakukan pemetaan yang tepat sasaran dan penerapannya tidak memberatkan kelompok rentan.

Terlebih, menurutnya, urusan pencabutan subsidi selama ini kerap menjadi persoalan. Tak hanya subsidi tarif transportasi publik, ini berlaku juga bantuan sosial lainnya. Padahal, Izah melihat masih banyak orang yang memiliki kondisi ekonomi serupa dengan dirinya, yang miskin tidak, kaya apalagi.

"Dengan gajiku yang sekarang, aku pikir aku nggak bisa buat bayar Rp10 ribu tiap naik KRL. Bayar Rp10 ribu tuh buat orang-orang gaji dua digit lah minimal. Itu kan gede banget buat orang-orang yang nggak miskin-miskin amat, tapi ya rentan juga kayak aku," ungkapnya.

[Gambas:Video CNN]

(cfd/pta)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER