ANALISIS

Benarkah Ekonomi Era Jokowi Tumbuh Berkualitas?

CNN Indonesia
Selasa, 10 Jan 2023 07:00 WIB
Ekonom menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia belum berkualitas lantaran investasi tidak efisien dan dampak ke penyerapan tenaga kerja masih minim.
Ekonom menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia belum berkualitas lantaran investasi tidak efisien dan dampak ke penyerapan tenaga kerja masih minim. Ilustrasi. (CNN Indonesia / Andry Novelino).
Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonomi Indonesia di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bisa dibilang melaju kencang. Di tengah ancaman resesi dunia, pertumbuhan ekonomi domestik masih di atas 5 persen.

Pada kuartal I 2022, ekonomi mampu tumbuh 5,01 persen (year on year/yoy). Kemudian kuartal II naik lagi menjadi 5,44 persen, dan pada kuartal III tumbuh impresif 5,72 persen.

Laju ekonomi kuartal IV juga diperkirakan masih bisa tumbuh di atas 5 persen, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun lalu bisa tetap di atas 5 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di kuartal IV kita prediksi tetap kuat di atas 5 persen atau sekitar 5 persen karena kita melihat kondisi masyarakat, konsumsi masih tumbuh sangat kuat," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam CEO Banking Forum, Senin (9/1).

Perekonomian sepanjang tahun tumbuh tinggi dibandingkan negara lain yang tertekan ditopang oleh kinerja ekspor yang positif. Jelas saja, karena harga komoditas unggulan Indonesia naik tajam berkat perang Rusia-Ukraina.

Kemudian, investasi juga tumbuh tinggi karena mobilitas masyarakat yang mulai dilonggarkan ketika pandemi covid-19 mulai melandai. Meski perekonomian di semua daerah belum pulih secara merata, namun lebih baik dibandingkan negara lain.

"Ekonomi pemulihan covid tidak merata dan masih terjadi disruption-disruption (di dunia), kita justru positif. Harga komoditas jelas, namun tidak hanya itu. Masyarakat sudah mulai pulih kembali, investasi tumbuh dekati 6 persen," jelasnya.

Kendati demikian, Ekonom Senior Faisal Basri menilai laju kencang ekonomi domestik tak berkualitas.

Faisal mengakui di era Jokowi, ekonomi mampu menanjak dan investasi meningkat. Namun, dampak terhadap pembukaan lapangan kerja belum optimal. Hal itu tercermin dari porsi pekerja informal yang masih mendominasi di kisaran 60 persen.

Dari sisi mutu, investasi yang masuk kebanyakan juga masih yang bersifat fisik belum teknologi.

"Padahal anak muda kan tenaganya kenceng. Tapi kita gagal memanfaatkan anak muda untuk menjadi orang produktif karena kita gagal menciptakan lapangan kerja yang bermutu," kata Faisal kepada CNNIndonesia.com, Jumat (6/10) lalu.

Ekonom Indef Nailul Huda juga menyorot kualitas investasi RI yang masih minim.

"Jika dilihat dari nilai pembentukan PDB ke penyerapan tenaga kerja memang masih terlihat belum berkualitas. Hal ini disebabkan investasi yang masuk tidak efisien karena nilai Incremental Capital Output Ratio (ICOR) kita yang tinggi," ujar Nailul saat dihubungi redaksi.

ICOR mencerminkan tambahan investasi yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Semakin besar angka ICOR satu negara, semakin tidak efisien.

Pada 2022, ICOR Indonesia naik ke level 6,2 persen. Angka ini dinilai tinggi karena menandakan biaya investasi di Indonesia masih boros.

Hal ini sebetulnya bisa dihindarkan, namun sistem investasi di dalam negeri yang sarat dengan politisasi menjadikan sulit untuk melakukan efisiensi biaya.

"Masalah ICOR ini salah satunya ditimbulkan oleh tingkat korupsi yang relatif tinggi di Indonesia. Itu yang harus diperbaiki terlebih dahulu," jelasnya.

Senada, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan perekonomian sepanjang pemerintahan Jokowi tak berkualitas tercermin dari investasi yang tak berdampak terhadap serapan tenaga kerja.

Sepanjang Januari-September 2014 serapan tenaga kerja dari investasi Rp343 triliun mencapai 960.336 orang. Sedangkan, 2022 sepanjang Januari-September dari realisasi investasi Rp892,4 triliun tapi realisasi tenaga kerjanya hanya 965.122 orang.

"Itu bisa dengan jelas menunjukkan pada 2014 dibutuhkan investasi lebih kecil untuk menyerap tenaga kerja lebih besar. Sedangkan, 2022 kelihatan nilai investasi besar tapi serapan tenaga kerjanya loyo," jelas Bhima.

Bersambung ke halaman berikutnya...

Jurus Dorong Ekonomi Berkualitas

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER