ANALISIS

Adakah Celah Hukum Lain Bagi Pembeli Meikarta Agar Uang Bisa Kembali?

CNN Indonesia
Kamis, 16 Feb 2023 07:46 WIB
Pengamat hukum menyebut pembeli bisa saja memidanakan pengembang Meikarta dengan tuduhan penipuan bila upaya mereka menuntut pengembalian dana gagal.
Pengamat hukum menyebut kasus Meikarta harus jadi dorongan bagi pemerintah dan DPR untuk merevisi UU Rumah Susun supaya kasus serupa tak terjadi. (CNN Indonesia/Safir Makki)

Menurutnya, perjanjian itu bisa diuji dan digugat karena tiga alasan aktual, yakni Dwang (paksaan), Dwaling (salah-kira), dan Bedrog (tipuan).

"Maka perjanjian bisa diminta pembatalan. Walaupun, hal itu harus dibuktikan lho, bukan hanya disangkakan saja," sambung Joni.

Terlepas dari opsi gugatan, Joni lebih menyoroti advokasi kepada para konsumen. Menurutnya, advokasi sangat penting, sehingga urgent dilakukan perubahan undang-undang (UU) karena adanya fakta hukum dan gejala sosial tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan kasus Meikarta ini bisa dijadikan alasan untuk mengajukan pembaharuan hukum atau uu yang pro konsumen cq konsumen properti-real estate dan perumahan.

Joni berpendapat UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (UU Rusun) sudah tidak memadai lagi serta tidak menjawab relasi dan konstruksi bisnis properti-real estate yang kompleks dan jamak dimensi.

"Hemat saya, DPR sebagai pembuat uu, serempak melakukan inisiatif omnibus law perlindungan konsumen dan mengusulkan RUU Properti-Real Estate," kata Joni.

UU Rusun memang mengatur tentang pembangunan dan penjualan rumah susun alias apartemen. Uu tersebut mengatur sanksi administratif hingga pidana untuk pengembang apartemen nakal.

Pasal 43 UU Rusun mengatur proses jual beli atau pemasaran dilakukan setelah memenuhi persyaratan kepastian atas status kepemilikan tanah, kepemilikan IMB, ketersediaan prasarana, sarana dan utilitas umum, hal yang diperjanjikan, serta keterbangunan rusun paling sedikit 20 persen.

Lalu, Pasal 97 mempertegas kewajiban pembangunan rusun minimal 20 persen dari total luas lantai rumah susun komersial. Adapun soal sanksi diatur dalam Pasal 109 UU Rusun, yakni ancaman pidana penjara maksimal 2 tahun hingga denda maksimal Rp20 miliar.

"Setiap pelaku pembangunan rumah susun komersial yang mengingkari kewajibannya untuk menyediakan rumah susun umum sekurang-kurangnya 20 persen dari total luas lantai rumah susun komersial yang dibangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp20 miliar," bunyi Pasal 109 UU tersebut.

Namun, ada beberapa perubahan di UU Rusun melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja), yang diterbitkan 30 Desember lalu.

Pasal 16 UU Rusun yang awalnya memuat kewajiban pengembang untuk menyediakan pembangunan rusun minimal 20 persen diubah menjadi alternatif kewajiban, yakni di ayat (4) Pasal 16 Perppu Cipta Kerja.

"Kewajiban menyediakan Rumah Susun Umum paling sedikit 20 persen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikonversi dalam bentuk dana untuk pembangunan Rumah Susun Umum," tulis ayat (4) Perppu tersebut.

Perubahan lainnya di Pasal 43 terkait kewajiban pengembang sebelum memasarkan unit properti. Kewajiban memiliki IMB diganti dengan persetujuan bangunan gedung, sebagaimana syarat berikut:

a. status kepemilikan tanah;
b. Persetujuan Bangunan Gedung;
c. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum;
d. keterbangunan paling sedikit 20 persen; dan
e. hal yang diperjanjikan.

Mekanisme sanksi juga diatur dalam Pasal 117 Perppu Cipta Kerja. Ayat (2) Pasal 117 ayat 2 menyebut selain pidana denda, badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan perizinan berusaha atau pencabutan status badan hukum.



(mochammad ryan hidayatullah/agt)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER