Harga minyak berjangka melemah pada akhir perdagangan Rabu (15/2) sore waktu AS atau Kamis (16/2) pagi WIB.
Mengutip Antara, harga minyak mentah berjangka Intermediate West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret tergelincir 47 sen atau 0,6 persen ke US$78,59 per barel di New York Mercantile Exchange.
Sementara itu, harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April merosot 20 sen atau 0,2 persen ke US$85,38 per barel di London ICE Futures Exchange.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Analis menyebut pelemahan harga minyak dipicu penguatan dolar AS mendekati level tertinggi enam minggu usai data menunjukkan penjualan ritel AS kuat pada bulan lalu.
Data memberikan keyakinan kepada pasar bahwa Federal Reserve (Fed) akan mempertahankan kebijakan moneter yang ketat sehingga menguatkan dolar AS.
Dolar yang lebih kuat dapat memangkas permintaan minyak, membuat minyak mentah lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.
Di sisi lain, pelemahan juga dipicu kekhawatiran investor bahwa kenaikan suku bunga akan memperlambat ekonomi yang pada ujungnya bisa memangkas permintaan bahan bakar global.
"Harga minyak mentah berada di bawah tekanan karena dolar menguat menyusul data ekonomi yang mengesankan membuka jalan bagi pengetatan Fed lebih lanjut," kata analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA Edward Moya.
Pelemahan juga dipicu lonjakan stok minyak mentah AS. Data Badan Informasi Energi AS menunjukkan pasokan minyak di Negeri Paman Sam melonjak 16,3 juta barel pekan lalu menjadi 471,4 juta barel.
Lonjakan itu merupakan yang tertinggi sejak Juni 2021. Namun tekanan itu tertahan oleh langkah IEA menaikkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak 2023.
IEA mengatakan China akan menghasilkan hampir setengah dari pertumbuhan permintaan minyak tahun ini setelah melonggarkan pembatasan covid-19. Mereka juga mengatakan sekitar 1 juta barel per hari produksi dari Rusia akan dihentikan pada akhir kuartal pertama 2023.