Bhima pun mendorong agar pemerintah membuat kebijakan untuk menarik investasi padat karya.
Salah satunya melalui perubahan insentif pajak dan non pajak yang selama ini diberikan kepada sektor padat modal. Misalnya melalui tax allowance dan tax holiday, agar investor lebih fokus ke sektor padat karya.
"Pemerintah juga harus meningkatkan serapan produk industri lokal dan membatasi impor. Selama ini sektor tekstil menghadapi banjir produk impor sehingga sulit bersaing dan akhirnya lakukan efisiensi besar-besaran," tutur Bhima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlebih, pemerintah harusnya mampu memperbesar dukungan anggaran serta efektivitas untuk sektor pertanian khususnya subsidi pupuk dan alsintan (alat dan mesin pertanian).
Bhima menilai dukungan pembiayaan dari perbankan domestik dengan bunga yang kompetitif ke sektor pertanian juga mutlak diperlukan.
"Terakhir, transfer teknologi perlu didorong antara PMA (penanaman modal asing) dengan partner pelaku usaha lokal," ucap Bhima.
Salah satunya dalam bentuk masuknya rantai pasok bahan baku, barang setengah jadi produsen lokal ke pengadaan PMA.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengungkapkan pemerintah bisa meningkatkan investasi sektor padat karya dengan memastikan industri dalam negeri terintegrasi ke rantai pasok global.
Menurutnya, dengan terintegrasinya rantai pasok global dengan industri dalam negeri, maka potensi meningkatnya kinerja industri manufaktur yang sifatnya padat karya itu bisa berpotensi ditingkatkan.
"Alurnya dengan tergabungnya dengan rantai pasak global, ini kan bisa meningkatkan produksi dari industri itu sendiri. Dengan peningkatan produksi, maka potensi dibutuhkannya tenaga kerja tambahan itu menjadi lebih besar," terangnya.
Dengan peningkatan kinerja tersebut, Yusuf yakin hal ini mampu menjadi hal yang dipertimbangkan oleh investor ketika ingin berinvestasi di industri padat karya.
Selain itu, faktor penting yang perlu dibenahi pemerintah adalah sumber daya manusia (SDM) di dalam negeri. Terutama skill yang sesuai dengan kebutuhan industri padat karya.
"Apakah kemudian tenaga kerja kita sudah siap dengan pengoperasian mesin yang baru untuk misalnya produk tekstil? Ini yang kemudian perlu di telisik lebih jauh," ucap Yusuf.
Jika pemerintah bisa mengetahui gap antara kualitas SDM dan kebutuhan industri, maka pemerintah bisa meningkatkan kualitas SDM. Nantinya, kesesuaian antara skill dan kebutuhan industri ini ikut menjadi pertimbangan investor untuk masuk ke dalam sektor padat karya.
Ia pun menyinggung investasi di sektor pertanian yang seharusnya bisa menyokong perekonomian Indonesia ini masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Terutama dalam penyediaan lahan untuk pertanian, kesejahteraan para pekerja pertanian, hingga skill yang dibutuhkan untuk peningkatan sektor ini.
"Sehingga sebelum masuk insentif, pemerintah perlu membenahi terlebih dahulu pekerjaan rumah yang seringkali memang dihadapi ketika ingin meningkatkan kinerja dari sektor pertanian itu sendiri," tegasnya.