Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Keuangan Awan Nurmawan Nuh menegaskan sudah mulai memanggil pegawai Kemenkeu dalam daftar 69 orang berharta tak wajar sejak Senin (6/3).
"Mulai Senin ini sudah kita lakukan pemanggilan (69 pegawai harta tak wajar) untuk dilakukan klarifikasi dan pemeriksaan. Targetnya kita selesaikan dalam 2 minggu ini," ungkap Awan kepada CNNIndonesia.com, Selasa (7/3).
Kendati, Awan tidak merinci sudah ada berapa pegawai yang dipanggil. Sebelumnya, ia menuturkan pihaknya menemukan harta tak jelas di 69 pegawai Kemenkeu sepanjang 2020 dan 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan berdasarkan hasil analitik, pihaknya melakukan cek formal juga material terkait anomali harta kekayaan pegawai internal. Setelah ditemukan ketidakwajaran, Awan mengatakan pihaknya mengecek lagi, mulai dari harta yang tidak dilaporkan hingga transaksi mencurigakan.
"Untuk LHK 2019 artinya yang dilaporkan 2020 itu ada 33 pegawai tidak clear. Untuk LHK 2020 atau pelaporan 2021 ada 36 pegawai tidak clear. Total ada 69 pegawai tidak clear. Selanjutnya akan kami panggil, klarifikasi, untuk dilakukan pemeriksaan," ujar Awan dalam konferensi pers, Rabu (1/3).
Kasus pejabat berharta mewah menjadi santapan publik usai terungkapnya harta diduga tak wajar milik Rafael Alun Trisambodo sebesar Rp56 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun ikut turun tangan. Lembaga tersebut mengakui telah mendapatkan informasi mengenai sejumlah kelompok pejabat di Kemenkeu yang memiliki harta banyak dan cenderung terhubung antara satu dengan lainnya.
KPK mengistilahkan pejabat-pejabat dengan harta mewah tersebut dalam istilah 'geng'.
"Kita (KPK) juga mendengar ada geng-gengnya seperti ini. Tapi kan kita perlu cari tahu bagaimana polanya," ujar Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan.
Namun, Awan menolak berkomentar lebih rinci soal indikasi geng-gengan pejabat berduit Kemenkeu. Menurutnya, lebih baik hal tersebut diklarifikasi ke KPK. Awan hanya menegaskan pihaknya bekerja sama dengan KPK dan PPATK terkait informasi yang perlu didalami.
"Diklarifikasi saja ke KPK. Kalau kami di Kemenkeu mengawasi pegawai berdasarkan profil risiko pegawai. Untuk laporan harta kekayaan, kami sudah mempunyai sistem dengan data analitik untuk melihat adanya anomali," jelasnya.