Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespons soal mutasi rekening Rafael Alun Trisambodo yang tembus Rp500 miliar dalam empat tahun terakhir.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengaku belum menerima detail dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan masih berprasangka baik.
"Kami sedang berkomunikasi dengan PPATK untuk mendapatkan rinciannya dan nanti kalau sudah kami terima akan kami dalami. Kami berprasangka baik, ini semua kan upaya untuk melakukan pencegahan dan penindakan, tapi kami belum terima detailnya," kata Prastowo di Gedung Djuanda I Kemenkeu, Jakarta Pusat, Rabu (8/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Begitu detail, kami pelajari karena kan bisa macam-macam ini, apakah saldo, nilai transaksi, dan lain-lain. Kami belum mendalami detail karena kami belum menerima rinciannya," imbuhnya.
PPATK mencatat mutasi rekening Rafael Alun menembus Rp500 miliar selama periode 2019-2023. Mutasi itu dilakukan dari 40 rekening milik Rafael dan keluarganya yang memuat informasi pelbagai transaksi oleh pemilik rekening, seperti kredit, debit, dan saldo rekening yang ada pada tanggal tertentu.
"Nilai transaksi yang kami bekukan nilainya D/K (Debit/Kredit) lebih dari Rp500 miliar dan kemungkinan akan bertambah," ujar Kepala PPATK Ivan Yustiavandana saat dikonfirmasi, Selasa (7/3).
PPATK lantas melakukan pemblokiran rekening yang diduga berkaitan dengan indikasi pencucian uang oleh Rafael. PPATK sebelumnya juga menemukan transaksi signifikan Rafael yang tidak sesuai profil dan menggunakan nomine.
Selain itu, PPATK telah memblokir rekening diduga milik konsultan pajak Rafael. Ivan menyebut PPATK juga memblokir rekening pihak-pihak yang berkaitan dengan pejabat yang memiliki harta Rp56 miliar itu.
Sementara itu, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh mengaku sudah menerima laporan dari PPATK terkait harta Rafael Alun pada 2019. Namun, ia membantah melakukan pembiaran.
Awan menjelaskan ada dua perbedaan informasi dari PPATK. Pertama, sifatnya informasi. Kedua, sifatnya laporan hasil analisis (LHA). Menurutnya, LHA ini diserahkan kepada aparat penegak hukum dan pihaknya menerima yang bersifat informasi.
"Itjen bisa proaktif minta ke PPATK atau PPATK yang aktif memberi ke kita. Terkait RAT, memang kami pernah menerima informasi pada 2019 dari PPATK atas permintaan Itjen karena kami sedang mengusut atau melakukan investigasi terhadap beberapa pegawai di DJP, ada nama RAT di situ. RAT itu di kita high risk level-nya," jelas Awan dalam konferensi pers hari ini.
"Dari data PPATK tersebut, kami memang masih perlu pendalaman. Itu adalah transaksi 4 rekening, selama 2016-2019, terbesar cuma Rp125 juta dan terkecil Rp50 juta, itu transaksi antar rekening gaji, tunjangan kerja, begitu. Kami perlu mendalami informasinya, bukan pembiaran, kami sudah bekerja," sambungnya.
Awan menegaskan selalu berkoordinasi dengan KPK. Ia juga mengungkapkan bahwa Rafael pernah dipanggil KPK pada 2020 untuk klarifikasi harta, di mana ada aset bangunan yang belum dilaporkan. Akhirnya, Rafael memperbaiki Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) miliknya.