Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang surplus sebesar US$5,48 miliar pada Februari 2023. Namun, di tengah kinerja yang positif ini, Indonesia masih mengalami defisit dagang dengan tiga negara.
Berdasarkan data BPS yang dipaparkan pada Rabu (15/3), neraca dagang dalam negeri pada Februari masih tekor dengan Australia, Thailand dan Brasil. Hal ini disebabkan karena impor dari tiga negara tersebut lebih besar dibandingkan ekspor.
Defisit dagang terbesar dengan Australia mencapai US$400,4 juta dikarenakan impor mencapai US$US$621,6 juta, sedangkan ekspor hanya US$221,2 juta.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyumbang defisit terdalam ke Australia adalah komoditas serealia (HS 10) yang minus US$135,2 juta, logam mulia dan perhiasan/permata (HS 71) yang minus 93,6 juta, serta bahan bakar mineral (HS 27) minus US$92,4 juta.
Dengan Thailand, Indonesia mengalami defisit US$342,1 juta dikarenakan impor mencapai US$898,5 juta, sedangkan ekspor hanya US$556,4 juta.
Penyumbang defisit terdalam ke Thailand adalah gula dan kembang gula (HS 17) yang minus US$107,7 juta, mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) minus US$94,9 juta, serta kendaraan dan bagiannya (HS 87) minus US$83,1 juta.
Dengan Brazil, Indonesia mengalami tekor dagang sebesar US$158,8 juta. Disebabkan oleh impor yang mencapai US$267,4 juta, sedangkan ekspor hanya US$108,6 juta.
Penyumbang defisit terbesar ke Brasil adalah ampas dan sisa industri makanan (HS 23) minus US$108,8 juta, serelia (HS 10) minus US$56,6 juta, serta bijih logam, terak, dan abu (HS 26) minus US$39,4 juta.
Kendati, Indonesia juga mengalami surplus dagang terbesar dengan tiga negara utama. Dengan AS surplus US$1,32 miliar, dengan India surplus US$1,08 miliar dan dengan China surplus US$999,8 juta.