BPJS Kesehatan buka suara soal video viral tiga orang diduga tenaga kesehatan (nakes) di Puskesmas Lambunu 2, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, memberikan pelayanan berbeda terhadap pasien umum dan BPJS Kesehatan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan pada kenyataannya nakes itu tidak membeda-bedakan pasien umum dengan BPJS Kesehatan. Menurut Ali, para nakes itu hanya sekadar membuat konten untuk media sosial saja.
"Menurut saya, itu mereka menginginkan istilahnya bikin sesuatu (konten), tapi realitas yang sebenarnya dia enggak begitu," katanya di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ali pun mengatakan pihaknya telah melakukan penelusuran di mana tempat kejadian dalam video viral tersebut. Ternyata, video itu diambil di sebuah puskesmas, bukan rumah sakit.
Ia mengingatkan jika ada nakes hingga dokter melakukan diskriminasi pada pasien, maka ia telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan.
Pada Pasal 27 Ayat (1) huruf b, dijelaskan setiap rumah sakit mempunyai kewajiban memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.
Ali menambahkan saat ini pihaknya tidak memberikan sanksi kepada tiga orang dalam video tersebut. Pasalnya, mereka pun sudah meminta maaf.
Warganet sebelumnya ramai-ramai mengecam konten TikTok tiga orang diduga nakes yang joget dengan mengilustrasikan beda perlakuan terhadap pasien BPJS dan umum. Masyarakat menyebut tak sepatutnya nakes bertindak seperti itu.
Beberapa nakes dan dokter juga turut menyayangkan konten tersebut. Mereka menilai konten itu semakin membuat sentimen negatif terhadap para tenaga kesehatan.
Soal ini, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan PPNI Sulawesi Tengah untuk memastikan apakah ketiganya terdaftar sebagai nakes.
Ketua Umum PPNI Harif Fadilah menyebut pihaknya juga telah meminta Majelis Kehormatan Etik PPNI untuk menyikapi hal itu apabila mereka terbukti nakes PPNI.
"Kami coba minta perilaku tersebut agar ditelaah oleh majelis etik PPNI. Potensi sanksi etik sangat tergantung dari penilaian Majelis Kehormatan Etik, karena yang berhak melakukan penilaian itu mereka," kata Harif saat dihubungi CNNIndonesia.com, Sabtu (18/3) lalu.
Harif lalu mewanti-wanti nakes lainnya untuk tetap berhati-hati dalam bermedia sosial. Ia meminta para nakes memahami dengan betul etika-etika dalam bermedia sosial, khususnya saat mengenakan jas perawat ataupun saat bekerja melayani pasien.
Lebih lanjut, Harif juga meminta agar penggunaan media sosial oleh para nakes sewajarnya digunakan untuk konten edukasi yang memberikan nilai manfaat kepada pasien dan masyarakat luas.
"Selalu dan selalu kami ingatkan, walaupun nakes di era bebas begini, bermedia sosial harus bertanggung jawab pada prinsip-prinsip etika yang dipegang kuat. Dia harus tahu bahwa kalau dia pakai jempolnya, maka jejak digital akan tetap kelihatan sampai kapanpun," ujar Harif.
Tiga nakes pembuat konten sejauh ini telah meminta maaf atas tayangan tersebut. Dalam sebuah video, ketiganya menyatakan permohonan maaf kepada sejumlah instansi kesehatan, termasuk Kementerian Kesehatan dan BPJS.
Mereka juga mengaku Puskesmas Lambunu 2 tidak membeda-bedakan pelayanan antara pasien umum dan BPJS. Mereka lantas menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat yang merasa dirugikan.
"Kami staf Puskesmas Lambunu 2 memohon maaf sebesar-besarnya kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, BPJS Kesehatan seluruh Indonesia, Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan teman sejawat tenaga kesehatan seluruh Indonesia," ujar mereka.