Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Awan Nurmawan Nuh memberi sanksi berat kepada 8 pegawai yang terseret dalam daftar 69 orang berharta tak wajar dalam laporan harta kekayaannya (LHK) 2020 dan 2021.
Dari 69, ada sekitar 50 pegawai yang dipanggil lantaran jumlah hartanya dinilai tidak sesuai dengan profil yang bersangkutan. Pemeriksaan ini mengerucut pada 47 pegawai yang masuk daftar prioritas untuk diperiksa intensif, di mana 5 di antaranya tidak hadir.
Hasilnya, ada pegawai 11 pegawai dinyatakan tidak ditemukan indikasi pelanggaran, sementara sisanya 31 pegawai perlu ditindaklanjuti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari hasil pemanggilan itu diklarifikasi, ada yang kena hukuman disiplin, ada yang terkena dia harus memperbaiki LHK-nya," kata Awan saat konferensi pers di kantornya, Jumat (31/3).
Kemudian, dari 31 pegawai tersebut Awan memutuskan memberikan sanksi berat kepada 8 pegawai Kemenkeu. Rincianya, 5 orang merupakan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), lalu 3 sisanya dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
"Di DJP, 5 pegawai kena hukuman disiplin berat, kemudian 3 pegawai kena hukuman disiplin sedang. Untuk Bea Cukai, 3 pegawai (diberi) hukuman disiplin berat dan 1 hukuman disiplin sedang. Kemudian perbaikan LHK, untuk Pajak 4 pegawai dan Bea Cukai 6 pegawai," Awan merinci.
Ia menjelaskan pemeriksaan seperti ini sebetulnya rutin dilakukan. Yang baru dipanggil baru dari DJP dan DJBC, lalu akan disusul pemanggilan terhadap pegawai direktorat lainnya.
"Nanti kita panggil unit eselon 1 lainnya juga," pungkasnya.
Kasus pegawai Kemenkeu berharta jumbo dan bergaya hidup mewah menjadi santapan publik usai terungkapnya harta diduga tak wajar milik Rafael Alun Trisambodo,sebesar Rp56 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun ikut turun tangan. Lembaga tersebut mengakui telah mendapatkan informasi mengenai sejumlah kelompok pejabat di Kemenkeu yang memiliki harta banyak dan cenderung terhubung antara satu dengan lainnya.
KPK mengistilahkan pejabat-pejabat dengan harta mewah tersebut dalam istilah 'geng'.
"Kita (KPK) juga mendengar ada geng-gengnya seperti ini. Tapi kan kita perlu cari tahu bagaimana polanya," ujar Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan sekitar awal Maret lalu.
(skt/pta)