Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperpanjang batas waktu penyampaian laporan realisasi repatriasi dan/atau investasi wajib pajak dalam rangka Program Pengungkapan Sukarela (PPS) alias tax amnesty jilid II.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Dwi Astuti mengungkapkan peserta PPS wajib mengalihkan harta bersih ke dalam wilayah Indonesia dan/atau menginvestasikan harta bersih pada kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam dan energi terbarukan serta surat berharga negara.
Kemudian, peserta PPS juga menyampaikan laporan realisasi repatriasi dan/atau investasi paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wajib pajak peserta PPS yang menurut PMK-196/PMK.03/2021 wajib menyampaikan laporan (realisasi repatriasi dan/atau investasi) tahun pertama paling lambat 31 Maret 2023 untuk orang pribadi dan 30 April 2023 untuk badan usaha diberikan kesempatan untuk dapat menyampaikan laporan tersebut sampai dengan 31 Mei 2023," ujar Dwi dalam keterangan resmi, Jumat (31/3).
Dwi menyebut kesempatan tersebut diberikan lantaran tingginya antusiasme wajib pajak dalam menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan menjelang batas akhir penyampaian SPT Tahunan.
"Untuk memberikan kesempatan kepada wajib pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela menyelesaikan terlebih dahulu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilannya," ujarnya.
Selanjutnya, Dwi juga mengingatkan bahwa untuk penyampaian laporan tahun berikutnya sampai dengan holding period-nya berakhir, yakni 5 tahun, dilakukan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2023 dan seterusnya.
"Untuk teknis penyampaian dapat dilakukan dengan mudah, yakni secara elektronik melalui laman DJP atau www.pajak.go.id," terangnya.
Apabila menemui kendala dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, wajib pajak dapat menghubungi DJP melalui Kring Pajak 1500200, situs www.pajak.go.id, email [email protected], dan saluran komunikasi resmi DJP lainnya.
Pemerintah menggelar tax amnesty jilid II selama periode 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. Program itu sesuai ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan PPS Wajib Pajak.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak dapat mengungkapkan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam surat pernyataan sepanjang direktur jenderal pajak belum menemukan data atau informasi mengenai harta yang dimaksud.
Harta bersih yang dimaksud tersebut adalah nilai harta dikurangi dengan nilai utang. Hal itu seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Harta yang dilaporkan merupakan aset yang diperoleh wajib pajak sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015. Harta bersih yang dilaporkan dianggap sebagai tambahan penghasilan dan dikenakan PPh final.