Perusahaan ritel fesyen asal Amerika Serikat (AS), GAP, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada lebih dari 500 karyawan dari total tenaga kerja globalnya.
Pemangkasan tenaga kerja dilakukan sebagian bagian dari upaya menghemat US$300 juta atau setara Rp4,4 triliun (asumsi kurs Rp14.837 per dolar AS).
Mengutip Reuters, angka PHK ini lebih banyak dari jumlah yang diumumkan perusahaan pada September tahun lalu. Tidak diketahui angka pasti karyawan yang akan dirumahkan. Pihak GAP juga menolak berkomentar mengenai informasi PHK tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data terakhir perusahaan per Januari 2023, GAP mempekerjakan sekitar 95 ribu karyawan, di mana 81 persen di antaranya bekerja di toko-toko ritel mereka.
"Tujuan kami adalah untuk merampingkan struktur perusahaan, meningkatkan kendali demi menciptakan peran yang lebih kuat dan pemberdayaan individu, serta mengurangi lapisan demi menghilangkan hambatan sehingga bisa membuat keputusan yang lebih baik dan cepat," kata Ketua dan CEO Interim GAP Bob Martin dalam sebuah memo kepada karyawannya pekan lalu, dikutip dari CNBC International, Rabu (26/4).
Kepada investor, Martin mengatakan pendapatan perusahaan terhambat struktur organisasi yang rumit serta birokrasi dan proses kerja yang ketinggalan zaman. Ia percaya penghematan Rp4,4 triliun bisa diperoleh pada tahun fiskal 2023 ini setelah proses PHK rampung.
Di lain sisi, saham GAP terpantau turun sekitar 6 persen pada Selasa (25/4) atau usai kabar PHK tersebar. Bahkan, saham perusahaan ritel fesyen AS tersebut anjlok lebih dari 16 persen sepanjang 2023.
Pada 28 Januari lalu, GAP mencatat penjualan sebesar US$4,24 miliar atau setara Rp62,9 triliun. Namun, rugi bersih perusahaan cukup besar, yakni mencapai US$273 juta atau setara Rp4 triliun.
(skt/pta)