Jakarta, CNN Indonesia --
Menjadi seorang pemimpin dalam sebuah perusahaan besar kelas internasional, mungkin merupakan impian banyak orang. Apalagi, jika perusahaan tersebut bergerak di bidang yang disukai.
Bekerja jadi terasa menyenangkan karena bukan sekadar mencari cuan atau jabatan tertentu. Semua dikerjakan dengan gairah dan kecintaan.
Hal itulah yang dirasakan Sonita Lontoh. Perempuan berdarah Minahasa-Minangkabau itu sudah berkarir di Silicon Valley Amerika Serikat (AS) selama lebih dari 20 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, ia tengah mengemban jabatan board member atau setara komisaris di perusahaan terbesar di bidang teknologi hijau, solar dan baterai, yakni Sunrun. Perusahaan tersebut memiliki pendapatan sebesar US$2 miliar.
Sonita juga menjabat posisi yang sama di TrueBlue, sebuah perusahaan global di bidang workforce solutions dengan revenue US$3 miliar.
Sebenarnya, keputusannya hijrah dari Jakarta ke AS bukan ujug-ujug. Sonita membulatkan tekad pindah dari Jakarta ke Berkeley, AS, untuk berkuliah di Universitas California pada akhir 90-an.
Langkah ini merupakan impiannya sejak di bangku SMA. Sonita ingin mengembangkan dirinya sesuai dengan hal yang ia suka, yakni dunia sains dan teknologi. Ia juga menyukai bisnis. Oleh sebab itu, di Universitas California Sonita mengambil jurusan industrial engineering dan operation research.
Karirnya di AS dimulai setelah lulus kuliah. Sonita sempat mendirikan perusahaan gim online bersama teman-temannya. Perusahaan itu pun akhirnya dijual ke pengusaha Taiwan. Selepas itu, ia sempat bekerja di bidang konsultan, sebelum memutuskan untuk studi lagi.
"Saya merasa kayaknya waktunya pas untuk balik sekolah lagi soalnya masih muda, belum terlalu tua. Sudah ada pengalaman sedikit jadi saya bisa untuk kembali lagi ke sekolah lagi," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (26/5).
Sonita pun melanjutkan pendidikan lagi hingga mendapat gelar Magister Teknik, Rantai Pasokan, dan Logistik di Massachusetts Institute of Technology.
Sebelum menjabat komisaris di Sunrun dan TrueBlue, ia beberapa kali mencicipi posisi top management perusahaan teknologi raksasa. Sebut saja, Trilliant, Siemens, hingga HP.
Pencapaiannya menjadi komisaris bisa dibilang mendobrak kebiasaan. Ia bercerita di AS seseorang biasanya menjadi komisaris di umur 65 tahun ke atas lantaran yang dipilih untuk posisi itu umumnya adalah mereka yang kenyang dengan pengalaman sebagai CEO perusahaan publik.
Sonita mengaku diangkat menjadi komisaris berkat kinerja di perusahaan-perusahaan sebelumnya. Contohnya ketika di Siemens, ia dengan apik menerapkan teknologi untuk untuk hal-hal baru. Dari situ namanya diperbincangkan. Hingga suatu hari, aa mendapat panggilan telepon dari perusahaan energi yang tertarik meminangnya sebagai komisaris.
"Mereka mau ngomong sama saya, tertarik untuk ngomong sama saya untuk interview karena mereka sudah melihat beberapa karya saya," tutur Sonita.
Lanjut ke halaman sebelah...
Menjadi seorang komisaris wanita dan bukan orang kulit putih, bukan menjadi penghalang bagi Sonita. Ia mengatakan di AS komposisi perempuan di perusahaan besar memang masih minim. Semakin tinggi jabatan, semakin sedikit posisi yang diisi perempuan.
Hal ini bukan tanpa alasan. Sonita menjelaskan kebanyakan perempuan di AS memilih tidak berkarir tinggi karena mau fokus pada keluarga saja.
Terkait isu gender dan ras, Sonita bersyukur tidak pernah mengalami diskriminasi. Hanya saja, masih ada stigma yang mengakar di masyarakat bahwa idealnya bos di perusahaan besar adalah laki-laki dan berkulit putih.
Ia ingat pernah dianggap sebagai karyawan biasa saat melakukan perjalanan bisnis ke Eropa. Saat itu Sonita berangkat bersama salah satu bawahannya, seorang pria kulit putih.
"Orang berasumsi dia (bawahan saya) bosnya. Memang di dunia ini jarang ada perempuan apalagi, orang Asia jadi (bos). Ya jadi asumsi saja kalau orang putih atau laki-laki yang pasti itu bosnya," tutur Sonita.
Selain itu, masih banyak yang berpandangan orang Asia memang pekerja keras, tapi tidak banyak berpendapat atau punya visi dan sudut pandang kuat. Karenanya, atasan Sonita pun memberi nasihat kepadanya terkait hal ini meski ia tak merasa kinerjanya demikian.
Terkait energi bersih, Sonita sadar penggunaannya oleh masyarakat tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba atau dalam waktu singkat. Harga energi bersih pun saat ini terbilang mahal. Karenanya, para pemangku kepentingan termasuk pemerintah harus berupaya membuat energi bersih dijual lebih murah.
Masyarakat juga harus terus diedukasi terkait pentingnya menggunakan energi bersih dengan cara sederhana dan mudah dimengerti. Setelah itu, barulah didorong untuk mulai menggunakan alat rumah tangga yang lebih efisien. Sonita mencontohkan, masyarakat bisa mulai menggunakan lampu yang bisa menghemat daya listrik.
Ia juga mendukung pemerintah untuk memberikan subsidi agar masyarakat beralih ke energi bersih. Misalnya, memberikan keringanan pajak untuk pengguna mobil listrik hingga bantuan kredit.
Di AS, Sonita menjelaskan listrik dari energi kotor harganya dinaikkan pada jam-jam tertentu agar masyarakat mengurangi konsumsi listrik.
"Mengubah tarif listrik supaya kalau jam-jam yang lagi banyak makai itu dibikin agak lebih mahal, supaya orang mengurangi pemakaian," katanya.
Tinggal lama di AS tidak serta merta membuatnya lupa pada Tanah Air. Dengan sejumlah pengalaman dan relasinya, Sonita beberapa kali mengajak pengusaha muda Indonesia berkunjung ka AS. Di sana ia memfasilitasi para pengusaha untuk bertemu perusahaan-perusahaan besar dan mendapatkan ilmu baru.
"Belajar bagaimana caranya supaya bisa skala bisnisnya gitu dan bisa diterapkan di Indonesia," tuturnya.
[Gambas:Photo CNN]
Sonita pun membagikan tips bagi anak muda agar bisa sukses. Pertama, harus bisa menerima perubahan. Artinya, mereka harus bisa adaptif dengan zaman. Ini penting agar tidak tertinggal oleh orang lain.
Kedua, jangan takut gagal karena kegagalan merupakan guru paling baik.
"Terus terang kalau kita enggak make mistake itu artinya kita enggak pernah step out comfort zone. Kalau enggak pernah step out comfort zone, kita enggak akan berkembang," katanya.
Ketiga, campurkan minat (passion) dengan keterampilan (skill). Jika ada ketertarikan di suatu bidang, maka barengilah gairah itu dengan kemampuan.
"Ada impact-nya, itu jadi bikin kita bersemangat," tandasnya.
[Gambas:Video CNN]