LAPORAN DARI SWEDIA

Target EBT yang Masih Jauh Panggang dari Api

Dewi Safitri | CNN Indonesia
Jumat, 30 Jun 2023 21:05 WIB
Bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) Indonesia pada 2023 baru mencapai 12,3 persen. Jauh dari Malaysia, Vietnam apalagi India dan China.
Ilustrasi solar panel yang merupakan salah satu sumber energi baru terbarukan. (MinkS/Pixabay)

September 2022 pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 112/2022 yang mengatur kewajiban PLN membeli daya listrik EBT, untuk memberikan iklim investasi yang lebih ramah pada produsen sehingga mendongkrak produksi listrik dari sektor ini.

Perpres tersebut membuat persoalan kelebihan pasokan bertambah pelik. Apalagi sudah muncul perkiraan bahwa jumlah kelebihan pasok bisa mencapai lebih dari 40 GW pada 2030.

Di sisi lain, harga listrik EBT saat ini lebih tinggi dari harga listrik bersumber fosil, terutama batubara. Akibatnya, kewajiban pembelian listrik EBT menjadi makin membebani keuangan BUMN itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apalagi untuk pasokan batubara PLN, harganya sudah di-capped dengan DMO. Jadi pasokan batubaranya sudah dijamin. Artinya, makin tinggi disinsentif untuk tidak segera beralih ke EBT karena dengan fosil saja sudah cukup nyaman," tambah Putra Adhiguna.

Jika berlanjut, tren ini berisiko menggagalkan capaian target bauran energi Indonesia. Yang lebih buruk, justru konsumen listrik Indonesia akan kehilangan kesempatan mendapatkan energi murah dan bersih dalam jangka panjang.

Apalagi jika mempensiun-dinikan PLTU lebih lama dari yang seharusnya, bisa jadi Indonesia kehilangan peluang mendapat sumber energi lebih murah, karena kehilangan kesempatan membangun pembangkit lebih murah sejak awal.

"Setelah 2030, marginal cost dari harga listrik yang dibangkitkan melalui PLTS dari solar, PLTB dari angin, atau carbon storage akan lebih murah daripada fosil," simpul Fabby Tumiwa dari IESR.

Pada Februari lalu, Dirut PLN Darmawah Prasodjo mengatakan bahwa komitmen PLN tetap kokoh untuk mewujudkan transisi energi. 

Selama 25 tahun ke depan, menurutnya, PLN akan menurunkan 1,8 miliar ton CO2 dengan mempensiunkan 13 Gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Selain itu, juga mengurangi 200 juta ton CO2 dengan mengganti 1,1 GW PLTU Batubara dengan pembangkit berbasis energi baru terbarukan (EBT).

Dalam kurun waktu yang sama, berdasarkan keterangannya, PLN juga akan mengurangi emisi 2,4 juta ton CO2 dengan mengganti 800 Megawatt PLTU Batubara yang dikonversi ke gas, serta menurunkan 200 juta ton CO2 dengan membatalkan tanda tangan jual beli listrik (PPA) 1,4 GW PLTU.

Darmawan juga mengatakan perseroan telah menyusun roadmap transisi energi menuju NZE 2060. Salah satunya, melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang mendorong pengembangan energi baru terbarukan (EBT) dengan menambah 51,6 persen atau 20,9 GW pembangkit EBT.

Kehilangan bisnis global

Di India, menurut laporan Lembaga Energi Internasional (IEA), sejak 2020 biaya untuk membangkitkan listrik dari solar sudah 75% lebih murah ketimbang dari batubara.

Karena pertumbuhan listrik dari solar yang sangat agresif di India, saat ini EBT untuk pembangkit listrik di India sudah mencapai 43% - salah satu yang tercepat mencapai target bauran energi di Asia setelah China.

Berkat kebijakan domestik kelistrikannya, India kemudian menjadi salah satu tujuan utama investasi EBT dunia.

Analis lain seperti Putra Andhika melihat kekurangan pasok listrik dari EBT bisa menjadi alasan bisnis global menghindari Indonesia.

"Misalnya kita dengar Amazon mau berinvestasi dengan membuka Data Center di Indonesia. Tapi syaratnya mereka minta pasokan 100% energi bersih. Kalau pasokannya tak ada, entitas bisnis global semacam ini mungkin kemudian akan belok melirik Vietnam atau Malaysia," tambah Putra.

Amazon Data Center dibuka akhir 2021 di Jakarta dan merupakan pusat layanan cloud Amazon kedua di Asia Tenggara setelah di Singapura. Dalam 15 tahun Amazon menjanjikan investasi bertahap hingga sekitar Rp 70 triliun untuk mengoperasikan pusat datanya di Indonesia.

PLN menyanggupi pemberian pasokan listrik ini dengan menyatakan akan mengerahkan empat Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Jawa-Madura dan Bali. Keempatnya diklaim punya kapasitas 210 MW.

Tren bisnis besar beralih ke 100% konsumsi listrik EBT sudah berlangsung setidaknya dalam satu dekade terakhir dimulai dari AS dan Eropa. Menurut daftar perusahaan global pemakai EBT terbesar versi Bloomberg, perusahaan seperti Amazon, Alphabet, Meta, adalah konsumen bisnis terbesar EBT saat ini.

Artikel ini merupakan bagian dari seri liputan tentang Transisi Energi Berkeadilan (Just Transition) yang dibuat oleh wartawan CNN Indonesia Dewi Safitri dengan dukungan Earth Journalism Network.
(vws)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER