Tahun 2022 adalah tahun yang luar biasa untuk pertumbuhan sektor (energi baru terbarukan) EBT di seluruh dunia. Di Asia, kapasitas EBT tumbuh jauh melebihi pertumbuhan di belahan dunia manapun, dipimpin oleh China dan India.
China melakukan investasi yang luar biasa besar sejak pertengahan dekade 2000-an, dan memetik hasilnya kini.
"Tahun 2010-an kalau ada berita foto dari China isinya tentang bagaimana industri di China mengotori lingkungan dan polusi udaranya akut sekali. Langitnya gelap saking tebalnya polusi. Sekarang jauh lebih jernih kan. Itu karena mereka memang sangat agresif dengan renewables," ulas Surya Darma, Kepala Pusat Studi Energi Terbarukan Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lima belas tahun lalu, China mulai membangun keunggulan di sektor solar dengan proyek berkapasitas 820 MW. Meski kecil, kapasitas ini sudah terbesar kedua di Asia setelah Jepang pada tahun 2007.
Begitu besarnya ekspansi bisnis energi solar ini di China, sampai kemudian Negeri Tirai Bambu juga menguasai industri panel surya dunia.
India pun punya cerita serupa.
Negara dengan hampir 1,4 miliar penduduk ini berhasil mencatatkan bauran energi bersih mencapai 43% dari total energinya pada 2023. Angka ini melebihi target 40% yang sebelumnya dicanangkan baru akan dicapai pada 2025.
Lihat Juga :![]() LAPORAN DARI SWEDIA Target EBT yang Masih Jauh Panggang dari Api |
Surya Darma menyatakan trik utama yang mendukung pertumbuhan pesan kapasitas ET India adalah regulasi pemerintah pusat. Sejak tahun 1992 sudah dibentuk Departemen untuk Energi Non-konvensional yang kini berubah menjadi Kementerian EBT India.
Dengan hasil yang fantastis ini Menteri EBT India Raj Kumar Singh meyakini bahwa target lain, yakni mencapai bauran energi bersih sebesar 65% pada 2030 juga akan dilampaui lebih cepat.
"Target 65% terlalu kecil karena kapasitas kita sekarang sudah 170-an GW dari EBT. Masih ada 80 GW sedang under construction. Total sudah 250 GW," tambahnya dalam sebuah acara jumpa Pers di Delhi Oktober tahun lalu.
Oleh Bank Dunia langkah India dipuji sebagai 'game changer' dalam menaikkan kesejahteraan bagi warganya, sekaligus bagi dunia yang sedang bergelut menghadapi isu perubahan iklim.
Bank Dunia menyebut strategi India "layak ditiru oleh negara berkembang lain" yang tengah mengalihkan sumber energinya.
![]() |
Seperti Indonesia, India adalah konsumen besar batubara sebagai bahan bakar utama pembangkit listriknya hingga kini. Bedanya, ketergantungan pada batubara India diimbangi dengan ekspansi EBT yang besar di India terutama yang bersumber dari surya.
Berbagai studi menyebut pilihan fokus pada pengembangan solar ini krusial untuk India yang didukung oleh populasi besar dengan wilayah berinsulasi surya tinggi. Wilayah India mendapat sinar matahari hampir 360 hari dalam setahun.
Meski sama-sama negara di Asia dengan hawa tropis, menurut analis energi IEEFA Putra Adhiguna, membandingkan langsung India dan Indonesia tidak terlalu tepat.
Posisi India yang bukan merupakan negara kepulauan membuat upaya produksi energi dari surya atau sumber EBT lain lebih mudah.
"Sementara di Indonesia kan kita tahu, selain kepulauan juga ada persoalan geografis yang menyolok. Kebutuhan energi terbesarnya ada di Jawa 80%, tetapi pemasoknya di pulau-pulau luar bahkan terpencil dari Jawa. Juga seperti China dan India, memang melimpah stok (tenaga) surya," kata Putra.
Surya Darma mengakui luas wilayah maupun jumlah penduduk yang sangat besar, turut berpengaruh pada kinerja EBT India. Wilayah India mencapai hampir dua kali Indonesia, sementara jumlah penduduknya mencapai sekitar lima kali jumlah penduduk Indonesia.
Namun, jika bandingkan, tetap saja angka capaian Indonesia tergolong sangat kecil.
"Kita hitung saja sekarang, kapasitas India pembangkit surya mampu membangkitkan 75 GW. Katakanlah bagi dua, kalau kita memperhitungkan wilayahnya dua kali lebih besar dari Indonesia, harusnya kita 37 GW dong. Atau bagi lima deh, karena penduduk kita cuma seperlima India, harusnya kita kapasitas solar sudah 15 GW dong. Kenyataannya berapa? Cuma 200 MW tuh, bahkan hanya setara satu pembangkit listrik batubara skala kecil di Indonesia," kata Surya Darma sambil terkekeh.