Mencontek Agresifnya India Menumbuhkan EBT, Kini Bauran 43 Persen

Dewi Safitri | CNN Indonesia
Senin, 03 Jul 2023 16:00 WIB
Di Asia, kapasitas EBT tumbuh jauh melebihi pertumbuhan di belahan dunia manapun, dipimpin oleh China dan India.
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga angin yang merupakan salah satu sumber energi baru terbarukan di Indonesia (EBT). (AFP/SAJJAD HUSSAIN)

Lembaga Energi Internasional (IEA) mencatat India sebagai konsumen listrik terbesar ke-3 di dunia sekaligus produsen energi terbarukan terbesar ke-3 di dunia pada tahun 2022.

Sementara IEA juga mencatat persoalan Indonesia ada pada dua isu utama: kebijakan sistem kelistrikan dan manajemen pembangkit yang buruk. Baik Putra maupun Surya Dharma sepakat, pandangan tersebut benar adanya.

"Struktur kelistrikan India memang memungkinkan masuknya EBT secara agresif. Kalau di Indonesia kan masuknya cuma dari PLN, single entity saja. Di India EBT, terutama surya, bisa diproduksi oleh berbagai pihak begitu juga pemasarannya. Ini didukung oleh komitmen pemerintahnya yang juga kuat," kata Putra.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara Surya Darma menyoroti regulasi lokal yang tidak konsisten dalam kebijakan EBT, sehingga membingungkan iklim investasi.

"Misalnya Permen 20/2021 menyebut PLTS Atap bisa dipasang dengan kapasitas maksimal. Ternyata kemudian, kapasitasnya yang bisa diterima hanya 15% - ini kan buat investor jadi sangat tidak menarik. Ngapain investasi banyak cuma bisa dijual 15%?" tukas Surya Darma.

Ia juga menyoroti Perpres 112/2022 tentang penetapan harga listrik EBT yang sejak lama ditunggu kalangan investor. Cikal-bakal Perpres itu menurut Surya Darma diusulkan oleh Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) yang pernah dipimpinnya sejak 2019.

Setelah diterbitkan, menurut Surya isinya justru tidak dianggap memberi jaminan berusaha dalam bidang energi.

"Memang diatur bagaimana PLN jadi pembeli daya dari pembangkit EBT, tetapi sifatnya tidak wajib. Penetapannya tidak ditentukan dalam Perpres tetapi berdasar negosiasi dengan basis penentuan harga tertinggi (price cap). Ini memadamkan semangat investasi," tambah Surya.

Kebijakan yang dianggap kurang singkron dengan realitas dunia usaha ini dipandang Surya kemudian membuat Indonesia jauh ketinggalan. Bukan cuma dari China dan India, tetapi bahkan dari negara-negara tetangga kawasan ASEAN.

Artikel ini merupakan bagian dari seri liputan tentang Transisi Energi Berkeadilan (Just Transition) yang dibuat oleh wartawan CNN Indonesia Dewi Safitri dengan dukungan Workshop Earth Journalism Network tahun 2023. 
(vws)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER