Kementerian Pertanian (Kementan) menjelaskan penyakit antraks pada hewan bisa menulari manusia. Infeksi pada manusia dari hewan yang sakit bisa terjadi melalui dua cara.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementan Syamsul Maarif antraks bisa menular dari hewan ternak seperti sapi, kerbau, babi, kambing hingga domba. Ternak yang terjangkit penyakit akibat bakteri ini bisa menginfeksi manusia jika produknya dikonsumsi atau terjadi kontak kulit.
Syamsul mencontohkan temuan kasus antraks terbaru di Gunung Kidul, DI Yogyakarta, yang menewaskan tiga orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Faktor risiko antraks pada manusia di Gunung Kidul bisa karena kontak dengan kulit saat menyembelih dan menangani ternak antraks. Bisa juga karena mengonsumsi daging atau jeroan hewan antraks," katanya dalam konferensi pers, Kamis (6/7).
Kementan mengungkap penyakit antraks di Indonesia pertama kali muncul pada 1884 dan masih ada hingga sekarang. Penyakit yang ditularkan dari hewan ini memang tidak bisa dimusnahkan, hanya bisa dikendalikan.
"Antraks ada di Indonesia sejak 1884 dan setiap tahun memang terjadi beberapa kasus yang sporadis, tidak endemis pada daerah-daerah tertentu saja. Sehingga ketika ada faktor risiko (infeksi), spora (serbuk) ini akan aktif kembali menginfeksi," kata Direktur Kesehatan Hewan Kementan Nuryani Zainuddin.
Meski tak bisa hilang, Nuryani menjabarkan beberapa langkah pencegahan antara lain vaksinasi hewan di area endemik, kontrol lalu lintas hewan dari daerah endemik ke daerah bebas antraks hingga tindakan disposal atau pemusnahan hewan yang terinfeksi.
Ia menjelaskan hewan yang terinfeksi bakal mengalami demam tinggi, kejang, sulit bernafas, rebah kemudian mati. Hewan-hewan sakit dengan gejala demikian tidak boleh disembelih untuk mencegah penyebaran spora.
Pasalnya, spora antraks menyebar ke tanah dan lingkungan, lalu mengendap di sana hingga puluhan tahun. Begitu ada faktor pemicu, spora tersebut kembali aktif menularkan kepada hewan maupun manusia.
"Ternak yang mati atau sakit ini tidak boleh dibedah, harus dibakar atau dikubur untuk mencegah penularan. Ketika dibedah akan terjadi spora, penularan, dan masuk ke dalam tanah dan bertahan sampai puluhan tahun," ungkapnya.
(pta/sfr)