Rupiah Layu ke Rp15.115, Tertekan Data Inflasi
Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.115 per dolar AS pada Selasa (1/8) sore. Mata uang Garuda melemah 35,5 poin atau minus 0,24 persen dari perdagangan sebelumnya.
Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menempatkan rupiah melemah ke posisi Rp15.117 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Mayoritas mata uang di kawasan Asia terpantau bergerak di zona merah. Tercatat dolar Singapura melemah 0,29 persen, yuan China minus 0,33 persen, won Korea Selatan minus 0,74 persen, dan ringgit Malaysia minus 0,14 persen.
Lalu, rupee India dan yen Jepang masing-masing melemah 0,04 persen dan 0,26 persen. Sedangkan, peso Filipina dan dolar Hong Kong masing-masing menguat 0,23 persen dan 0,04 persen.
Sementara itu, mata uang negara maju kompak ambruk. Euro Eropa melemah 0,15 persen, poundsterling Inggris minus 0,12 persen, dolar Australia minus 1,09 persen, franc Swiss minus 0,21 persen, dan dolar Kanada minus 0,41 persen.
Analis DCFX Futures Lukman Leong mengatakan rupiah dan mata uang Asia pada umumnya melemah terhadap dolar AS setelah data China Caixin menunjukkan sektor manufakturing terkontraksi.
Data indeks manajer pembelian (PMI) pada Juli 2023 kontraksi ke 49,2 dari bulan sebelumnya yang sempat menyentuh 50,5.
Mengutip Reuters, Survei Caixin menunjukkan pasokan, permintaan, dan pesanan ekspor semuanya memburuk. Banyak pabrikan China menyalahkan kondisi pasar yang lesu, baik di dalam dan luar negeri atas masalah itu.
"Rupiah khususnya juga tertekan oleh data yang menunjukkan inflasi YoY (year-on-year) Juli Indonesia yang kembali turun, memicu ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh BI," imbuh Lukman.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan pada Juli 2023 sebesar 3,08 persen (yoy). Realisasi ini turun dibandingkan Juni 2023 yang sebesar 3,52 persen (yoy).
Sedangkan, inflasi secara bulanan tercatat sebesar 0,21 persen. Lebih tinggi dibandingkan realisasi Juni 2023 sebesar 0,14 persen.