Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro turut mempertanyakan basis data yang digunakan Presiden Jokowi saat memamerkan peningkatan 40 kali lipat lapangan kerja. Menurutnya, perlu transparansi ketimbang hanya pamer sana-sini.
Ia meminta Jokowi merinci apakah peningkatan lapangan kerja yang dimaksud khusus di sektor hilirisasi mineral dan batu bara (minerba) atau menghitung juga multiplier effect yang muncul. Pasalnya, Komaidi merasa smelter tak mungkin menyerap pekerja sebanyak itu.
"Mengingat hilirisasi, pada tenaga kerja di smelter semestinya tidak sepadat di sektor infrastruktur lain, misal jalan tol yang melibatkan banyak orang. Apalagi kalau sudah operating, kan tidak banyak juga (tenaga kerja)," ujar Komaidi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlu dilihat lebih lanjut karena 40 kali lipat ini besar sekali. Kalau misal awalnya ada 1 juta (tenaga kerja), berarti ini jadi 40 juta dengan kebijakan ini (hilirisasi). Apakah memang sebesar itu? Ini pentingnya untuk dihitung. Mungkin atau tidaknya belum tahu pasti, harus lihat kajiannya," imbuhnya.
Jika memang hitungan yang dipakai adalah multiplier effect, Komaidi meminta penjelasan sektor apa saja yang terlibat dan diuntungkan adanya hilirisasi. Dengan begitu, bisa terlihat bagaimana sebaran tenaga kerja sebelum dan sesudah hilirisasi.
"Saya tidak dalam kapasitas membantah bahwa Pak Jokowi salah atau tidak, tapi ini perlu diklarifikasi basisnya apa dalam menyampaikan angka 40 kali lipat. Kalau 40 kali lipat ini kan beda dengan 40 persen. Ini harus dilihat, karena 40 kali lipat bukan angka kecil," tutup Komaidi.
Di lain sisi, Direktur Eksekutif Energy Watch Daymas Arangga menilai klaim Presiden Jokowi masih masuk akal. Terlebih, nyaris tidak ada kegiatan industri terkait sebelum adanya pelarangan ekspor bijih nikel dan hilirisasi.
Dengan hadirnya smelter alias fasilitas pemurnian, tenaga kerja di daerah dibutuhkan cukup banyak. Pada akhirnya, banyak rantai industri lain yang terdampak, baik langsung maupun tidak, seperti makanan, pembangunan infrastruktur penunjang, dan lain-lain.
"Hilirisasi untuk industri mineral memang sangat menjanjikan karena banyaknya nilai tambah yang didapatkan dibanding menjual barang mentah. Apalagi bila ekosistem hilirisasi nanti bisa mencapai produksi barang jadi, tentunya makin besar lagi," ujar Daymas.