Presiden Jokowi menyebut negara dan organisasi internasional apapun tak akan mampu menggoyahkan tekad pemerintahannya untuk melaksanakan program hilirisasi nikel dan bahan tambang lainnya.
Pernyataan itu ia sampaikan demi merespons tuntutan sejumlah negara dan lembaga internasional agar Indonesia melonggarkan kebijakan ekspor nikel.
Di tengah tuntutan itu, Jokowi malah berencana menambah jumlah bahan tambang yang ekspornya akan dihentikan demi program hilirisasi. Ia mengatakan setelah menghentikan ekspor nikel, tembaga, pemerintahannya juga akan melakukan kebijakan sama terhadap kobalt dan bauksit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah nikel setop, kemudian masuk ke tembaga, ke kobalt, nanti masuk lagi ke bauksit dan seterusnya. Karena memang siapapun, negara manapun, organisasi internasional apapun, saya kira tidak bisa hentikan keinginan kita untuk industrialisasi dan hilirisasi," katanya di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8).
Jokowi menambahkan kebijakan itu dilakukan karena pemerintah yakin hilirisasi akan memberikan manfaat besar bagi ekonomi. Manfaat itu katanya, sudah bisa dilihat dari program hilirisasi nikel yang dijalankan pemerintah selama ini.
Jokowi mengatakan sebelum hilirisasi dilakukan, Indonesia hanya mendapatkan manfaat ekspor nikel Rp17 triliun. Tapi setelah hilirisasi dilakukan, nilai ekspor nikel melonjak jadi Rp510 triliun.
Jokowi mengatakan peningkatan nilai ekspor tentu banyak memberikan manfaat bagi ekonomi dalam negeri. Salah satunya penerimaan perpajakan.
Bayangkan saja, kalau kita ambil pajak dari 17 triliun sama yang dari Rp510 triliun besar mana? Karena dari situ, dari hilirisasi, kita akan dapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak, semuanya ada di situ. Coba dihitung saja, dari Rp17 triliun sama Rp510 triliun besar mana?" katanya.
Sejumlah negara dan lembaga internasional meminta Indonesia menghentikan larangan ekspor nikel dan barang tambang lainnya. Salah satunya, IMF.
IMF meminta Presiden Jokowi mempertimbangkan pelonggaran pembatasan ekspor nikel dan komoditas lainnya. Permintaan mereka sampaikan dalam IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia yang dikeluarkan Minggu (25/6) lalu.
Dalam laporan itu, IMF sebenarnya menyambut baik ambisi Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah dalam ekspor mineral, termasuk menarik investasi asing dari kebijakan larangan ekspor itu.
Selain itu, IMF tersebut juga mendukung langkah Indonesia yang memfasilitasi transfer keterampilan dan teknologi. Namun, mereka mencatat bahwa kebijakan harus didasarkan pada analisis biaya-manfaat yang lebih lanjut, dan dirancang untuk meminimalkan dampak lintas batas.
"Dalam konteks itu, para direktur mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain," tulis laporan tersebut.