Deputi Luhut: Pak Faisal Basri Kurang Update Hilirisasi di Indonesia

CNN Indonesia
Sabtu, 12 Agu 2023 06:00 WIB
Kemenkomarinves menyatakan ekonom Faisal Basri tak update soal perkembangan hilirisasi nikel sehingga memberi kritik membabi buta soal kebijakan itu.
Kemenkomarinves menyatakan ekonom Faisal Basri tak update soal perkembangan hilirisasi nikel sehingga memberi kritik membabi buta soal kebijakan itu. (CNN Indonesia/Sakti Darma).
Jakarta, CNN Indonesia --

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto membantu Presiden Jokowi menjawab kritik ekonom UI Faisal Basri soal hilirisasi nikel menguntungkan China.

Seto curiga Faisal Basri mengkritik kebijakan itu karena tak update dengan perkembangan hilirisasi di Indonesia. Hal itu katanya bisa dilihat dari data ekspor besi dan baja (kode HS72) yang digunakan Faisal Basri untuk mengkritik hilirisasi nikel pemerintahan Jokowi.

"Dari analisis yang dilakukan, terlihat bagaimana Pak Faisal Basri kurang update dengan perkembangan hilirisasi yang terjadi di Indonesia. Hilirisasi nikel di Indonesia sudah tidak hanya besi dan baja (kode HS72), tetapi sudah mulai bergerak ke material untuk baterai lithium, yakni nickel matte dan MHP (keduanya kode HS75)," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menambahkan berkenaan dengan hasil hilirisasi itu, pada 2022, ekspor nickel matte mencapai US$3,8 miliar, naik dari tahun sebelumnya yang baru US$1 miliar. Sementara itu ekspor MHP mencapai US$2,1 miliar pada 2022, naik dari 2021 yang baru mencapai US$0,3 miliar.

"Selain kode HS75 dan HS72, beberapa produk di kode HS73 juga merupakan produk turunan nikel," katanya.

Faisal Basri mengkritik hilirisasi nikel yang dilaksanakan Presiden Jokowi. Pasalnya, 90 persen dari keuntungan hilirisasi nikel yang dilaksanakan Jokowi justru dinikmati oleh China.

Hal itu katanya, bisa dilihat dari keterangan resmi pemerintah dan pelaku bisnis terkait. Dari keterangan itu, Faisal menerangkan nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun pada 2014. Angka itu berasal dari ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, Rp11.865 per dolar AS.

Sementara pada 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi tercatat Rp413,9 triliun. Angka itu berasal dari nilai ekspor US$27,8 miliar dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun lalu sebesar Rp14.876 per dolar AS.

Meski ada ekspor, Faisal menilai uang hasil ekspor itu tidak seutuhnya mengalir ke Indonesia. Pasalnya, hampir seluruh perusahaan smelter pengolah bijih nikel dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas. Dengan begitu, perusahaan China berhak untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.

Ditambah lagi, ekspor olahan bijih nikel sama sekali tidak dikenakan segala jenis pajak dan pungutan lainnya.

"Jadi, penerimaan pemerintah dari ekspor semua jenis produk smelter nikel nihil alias nol besar," terangnya.

Faisal menyebut perusahaan smelter nikel bebas pajak karena mereka menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih. Insentif pajak itu diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan BKPM.

Tak hanya itu, sambung Faisal, perusahaan nikel China di Indonesia juga tidak membayar royalti. Pasalnya, yang membayar royalti adalah perusahaan penambang nikel yang hampir semua adalah pengusaha nasional. Ketika masih dibolehkan mengekspor bijih nikel, pemerintah masih memperoleh pemasukan dari pajak ekspor.

Presiden Jokowi menanggapi enteng kritik tersebut. Dia tetap pede hilirisasi yang ia lakukan terhadap nikel memberikan banyak manfaat ke ekonomi RI.

"Hitungan dia bagaimana. Kalau hitungan kita ya, contoh saya berikan nikel, saat diekspor mentahan setahun kira-kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk ke industrial downstreaming, ada hilirisasi, menjadi Rp510 triliun," katanya di Stasiun Dukuh Atas, Kamis (10/8).

Jokowi menambahkan dari angka itu saja jelas; negara bisa mendapatkan pajak yang lebih besar dari hilirisasi nikel yang dilakukan.

"Bayangkan saja, kalau kita ambil pajak dari 17 triliun sama yang dari Rp510 triliun besar mana? Karena dari situ, dari hilirisasi, kita akan dapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak, semuanya ada di situ. Coba dihitung saja, dari Rp17 triliun sama Rp510 triliun besar mana?" katanya.

[Gambas:Video CNN]



(skt/ldy)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER