Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bukti soal ekspor nikel yang melesat di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), utamanya karena hilirisasi.
Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti merinci data ekspor nikel khusus untuk kode HS 75 periode Januari-Juli 2023. Ia menegaskan nilai ekspor komoditas ini meningkat sangat tajam dibandingkan 2015 lalu.
"Jadi, ekspor nikel dengan program hilirisasi yang dilakukan dan difasilitasi pemerintah telah mendorong ekspor nikel dengan kode HS 75 naik lebih dari US$4 miliar (setara Rp61,3 triliun) atau sekitar lima kali lipat dibandingkan 2015," katanya dalam konferensi pers di Kantor BPS, Jakarta Pusat, Selasa (15/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kinerja ekspor nikel Indonesia menjadi sorotan belakangan ini. Ekonom senior Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menuding hilirisasi ala Jokowi 90 persen menguntungkan China.
Faisal menerangkan nilai ekspor bijih nikel dengan kode HS 2604 hanya Rp1 triliun pada 2014. Angka itu berasal dari ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, yakni Rp11.865 per dolar AS.
Sementara pada 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi tercatat Rp413,9 triliun. Angka itu berasal dari nilai ekspor US$27,8 miliar dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun lalu sebesar Rp14.876 per dolar AS.
Meski ada ekspor, ia menilai uang hasil ekspor tidak seutuhnya mengalir ke Indonesia. Menurutnya, hampir seluruh perusahaan smelter pengolah bijih nikel dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas. Artinya, perusahaan China berhak membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.
Selain itu, ia menyebut perusahaan smelter nikel bebas pajak karena menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih. Insentif pajak itu diberikan oleh pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan BKPM.
Presiden Jokowi menanggapi santai kritik tersebut. Ia tetap percaya hilirisasi nikel memberikan banyak manfaat ke ekonomi Indonesia.
"Hitungan dia bagaimana. Kalau hitungan kita ya, contoh saya berikan nikel, saat diekspor mentahan setahun kira-kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk ke industrial downstreaming, ada hilirisasi, menjadi Rp510 triliun," katanya di Stasiun Dukuh Atas, Kamis (10/8).
"Bayangkan saja, kalau kita ambil pajak dari 17 triliun sama yang dari Rp510 triliun besar mana? Karena dari situ, dari hilirisasi, kita akan dapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), semuanya ada di situ. Coba dihitung saja, dari Rp17 triliun sama Rp510 triliun besar mana?" sambung Jokowi.
Bantahan juga datang dari Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto. Ia menilai Faisal Basri kurang update soal hilirisasi Indonesia.
Seto menyebut ekspor nickel matte mencapai US$3,8 miliar pada 2022, naik dari tahun sebelumnya yang hanya US$1 miliar. Sedangkan ekspor MHP mencapai US$2,1 miliar pada 2022, naik dari 2021 yang baru mencapai US$0,3 miliar.
"Selain kode HS 75 dan HS 72, beberapa produk di kode HS 73 juga merupakan produk turunan nikel," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/8).