Kekhawatiran lainnya muncul akibat jumlah utang pemerintah daerah di China kian besar menyusul penurunan pendapatan yang tajam dari penjualan tanah yang memang sedang merosot. Hal ini lagi-lagi imbas dari krisis properti yang tengah berlangsung di China, juga dampak berkepanjangan dari penerapan lockdown pandemi covid-19.
Tekanan fiskal parah yang terjadi di tingkat daerah tidak hanya menimbulkan risiko besar bagi bank-bank China, namun juga menekan kemampuan pemerintah untuk memacu pertumbuhan dan memperluas layanan publik.
Beijing sejauh ini telah meluncurkan langkah-langkah bertahap untuk meningkatkan perekonomian, termasuk penurunan suku bunga dan langkah-langkah lain untuk membantu pasar properti dan bisnis konsumen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ekonomi yang lesu ini diperparah dengan krisis populasi yang melanda China. Tingkat kelahiran di China terus menurun ke rekor terendah 1,09 pada 2022 lalu. Ini artinya, tingkat kelahiran China kini bahkan lebih rendah dibandingkan Jepang.
Awal 2023, China juga merilis data yang mengejutkan soal populasinya yang mulai meyusut pada tahun lalu. Ini merupakan penurunan pertama populasi di China sejak enam dekade terakhir.
"Demografi China yang menua menghadirkan tantangan signifikan terhadap potensi pertumbuhan ekonominya," kata analis dari Moody's Investors Service dalam laporan penelitiannya pekan lalu.
Saat ini, kota-kota kecil dan pedesaan di China kekurangan pemuda yang bisa membangun daerah di pinggiran. Sebab, hampir seluruh penduduk dengan umur produktif lebih memilih merantau ke kota-kota besar untuk bekerja.
Di sisi lain, tingkat pengangguran semakin meningkat di kota-kota besar.