China diminta kembali memperketat aturan penggunaan properti menyusul harga rumah yang kian meroket.
Editorial koran China, Economic Daily, menganggap pemerintah harus kembali menegakkan prinsip lama tentang "rumah adalah untuk ditempati, bukan untuk spekulasi (investasi)."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah China mulai menggunakan prinsip tersebut pada akhir 2016. Namun, prinsip itu seakan hilang di saat semakin banyak masyarakat yang membeli rumah hanya untuk berinvestasi.
"Posisi 'rumah untuk ditinggali, bukan untuk spekulasi' harus ditekankan dan ini tidak ketinggalan zaman," bunyi editorial Economic Daily dalam artikel mereka pada Rabu (23/8).
Di beberapa kota di China, permintaan rumah memang melebihi ketersediaan unit yang ada. Hal ini menyebabkan lonjakan harga rumah dan properti hingga mencapai rekor tertinggi.
Kenaikan harga ini dinilai tentu akan berdampak buruk pada proses pemulihan ekonomi yang tengah berlangsung di sana.
"Begitu spekulasi soal harga rumah berlanjut, China mungkin akan kembali ke cerita lama yang terlalu mengandalkan sektor real estat, yang akan berdampak buruk pada pembangunan ekonomi dan sosial," tulis Economic Daily seperti dikutip Channel NewsAsia.
Economic Daily melihat dampak buruk kenaikan harga properti terhadap perekonomian bisa terjadi melalui risiko gagal bayar. Sehingga, mau tidak mau pemerintah harus kembali memberikan stimulus untuk menghidupkan pasar perumahan di tengah ekonomi yang belum pulih total.
Analis Goldman Sachs memperkirakan kontribusi sektor perumahan terhadap pertumbuhan PDB mengalami penurunan sebesar 1,5 persen poin tahun ini. Tahun depan diprediksi kemungkinan akan tetap atau sedikit turun.
Risiko gagal bayar yang meningkat di antara beberapa pengembang dan pemulihan ekonomi yang goyah telah membuat investor mengharapkan stimulus yang lebih banyak dan lebih besar untuk menghidupkan kembali pasar perumahan.
Namun, mereka kecewa ketika Bank Rakyat China (PBoC) mempertahankan suku bunga pinjaman lima tahun tetap pada hari Senin. Suku bunga lima tahun mempengaruhi harga hipotek, dan beberapa analis mengatakan bank sentral mungkin berusaha melindungi margin pemberi pinjaman.
Pinjaman terkait properti menyumbang 40 persen dari pinjaman bank, dan kepemilikan properti menyumbang 60 persen kekayaan rumah tangga China, kata Economic Daily.
(ldy/rds)