ANALISIS

Tepatkah Garuda Dimerger dengan Citilink dan Pelita Air?

Feby Febriana Nadeak | CNN Indonesia
Rabu, 23 Agu 2023 06:56 WIB
Pengamat menyebut tidak ada jaminan merger Garuda Indonesia, Pelita Air dan Citilink tidak menjamin akan memperbaiki kinerja industri penerbangan.
Pengamat menyebut tidak ada jaminan merger Garuda Indonesia, Pelita Air dan Citilink tidak menjamin akan memperbaiki kinerja industri penerbangan. ( ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang).
Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri BUMN Erick Thohir berencana memerger tiga BUMN yang bergerak di sektor penerbangan. Ketiga BUMN itu adalah Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air.

Erick mengatakan ada beberapa tujuan merger dilakukan.

Pertama, menjadikan industri penerbangan negara lebih efisien. Efisiensi ini sendiri merujuk pada kebijakan yang pernah dilakukan Erick Thohir saat memerger empat Pelindo menjadi satu pada 2021 lalu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erick mengklaim merger Pelindo telah sukses menekan biaya logistik dari sebelumnya 23 persen menjadi tinggal 11 persen.

"BUMN terus menekan logistic cost. Pelindo dari empat (perusahaan) menjadi satu. Sebelumnya, logistic cost mencapai 23 persen, sekarang jadi 11 persen. Kita juga upayakan Pelita Air, Citilink, dan Garuda merger untuk menekan cost," ungkapnya dalam keterangan yang dikeluarkan di Jakarta, Senin (21/8).

Kedua, memperkuat industri penerbangan Indonesia. Erick mengatakan industri penerbangan di dalam negeri sampai saat ini masih perlu diperkuat.

Salah satu penguatan perlu dilakukan terkait armada. Ia mengatakan armada penerbangan yang dimiliki Indonesia saat ini masih kurang.

Perhitungannya, kekurangan pesawat yang dialami Indonesia sebanyak 200 buah.

Ia membandingkan jumlah pesawat Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) yang mencapai 7.200 pesawat dengan total populasi 300 juta dan rata-rata pendapatan US$40 ribu.

Sementara di Indonesia terdapat 280 juta penduduk yang memiliki GDP US$4.700.

"Itu berarti Indonesia membutuhkan 729 pesawat. Sekarang, Indonesia baru memiliki 550 pesawat. Jadi perkara logistik kita belum sesuai," ujar Erick.

Lantas bisakah merger Garuda Indonesia, Citilink dan Pelita Air membuat industri penerbangan RI menjadi lebih efisien?

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan tidak ada jaminan bahwa merger ketiga BUMN itu akan memperbaiki kinerja industri penerbangan.

Memang katanya, merger ini berpotensi membuat perusahaan memiliki aset yang lebih besar dan liabilitas yang semakin baik.

Menurut Ronny, merger ini akan lebih menguntungkan bagi Garuda Indonesia. Pasalnya kondisi keuangannya tidak sebaik Citilink dan Pelita Air.

"Dua maskapai lainya kondisi keuangannya sehat walafiat, sementara Garuda masih sakit. Jadi merger ini saya kira demi penyelamatan lebih jauh maskapai Garuda," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Ia menilai dengan merger tersebut, pengadaaan tambahan pesawat baru sebanyak 200 unit bisa saja terjadi karena akan di-backup oleh tiga perusahaan.

Namun, ia mengingatkan agar jangan sampai penyakit Garuda yang merupakan perusahaan paling besar justru menulari perusahaan hasil merger yang baru.

Ronny menilai merger ketiga maskapai itu tak berbeda jauh dengan merger yang pernah dilakukan oleh Erick Thohir terhadap Pelindo serta Bank Syariah Indonesia.

Pelindo awalnya terdiri dari empat entitas, yakni Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV. Keempat BUMN itu kemudian dilebur menjadi satu pada 1 Oktober 2021.

Sementara BSI merupakan hasil merger PT Bank BRIsyariah Tbk, PT Bank Syariah Mandiri dan PT Bank BNI Syariah, pada 27 Januari 2021.

Namun, Ronny menilai saat merger Pelindo maupun BSI tidak ada perusahaan yang sedang sakit parah seperti halnya Garuda.

"Harus dipelajari lebih detail dan mendalam dulu prospeknya, karena tidak bisa disamakan dengan merger-merger sebelumnya. Apalagi model bisnisnya tak sama. Banyak variabel yang menentukan berhasil atau tidaknya bisnis penerbangan, lebih banyak ketimbang Pelindo dan BSI," kata Ronny.

Sementara terkait dampak terhadap harga tiket, ia menilai belum tentu ada pengaruh yang signifikan. Pasalnya banyak variabel lain yang mempengaruhi harga tiket pesawat.

"Dan saya kira merger bukan lah variabel yang terlalu menentukan," katanya.

Sementara itu, Pengamat BUMN Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan Citilink secara legal merupakan anak usaha Garuda Indonesia. Citilink ditempatkan di segmen Low-Cost Carrier (LCC) atau bertarif rendah dan fokus di pasar domestik.

Sedangkan Garuda merupakan Full Service Airline (FSA) yang memberikan layanan dan fasilitas penuh bagi penumpangnya dengan pasar utamanya di domestik dan pasar captive luar negeri seperti angkutan umrah atau haji.

Sementara Pelita Air, kata Toto, awalnya melayani angkutan kargo dan charter. Maskapai itu baru merambah pasar penumpang sejak era covid-19 di mana Garuda dianggap akan kolaps dan Pelita Air menjadi alternatif penggantinya.

Namun, Toto mengatakan saat ini peta bisnis sudah berubah. Garuda sudah relatif terselamatkan dengan skema Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang disetujui kreditur.

"Jadi ide merger airlines ini bisa dipahami sebagai upaya meningkatkan daya saing airlines milik negara melawan semua kompetitornya," katanya.

Dengan merger, Toto menilai kapasitas pesawat akan meningkat pesat. Pelita Air nantinya bisa difokuskan kembali untuk angkutan kargo dan charter. Sementara angkutan penumpang diberikan ke Garuda Indonesia atau Citilink.

"Poin pentingnya supaya market segmentation bisa dijaga di antara tiga entitas ini. Jangan sampai terjadi duplikasi market sehingga terjadi perang harga," kata Toto.

Pilihan Terbaik Selamatkan Garuda

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER