Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia membantah cadangan nikel Indonesia akan habis 15 tahun lagi.
Menurutnya, hingga saat ini belum ada kajian teknis yang menyatakan cadangan nikel RI tersisa 15 tahun saja. Oleh karena itu, Bahlil menduga ungkapan tersebut hanya persepsi.
"Jadi saya tidak yakin 15 tahun. Masih banyak. Di Papua itu masih banyak nikel, jadi saya pikir bahwa apa yang dikhawatirkan 15 tahun itu tidak benar," ucapnya di sela-sela acara Investortrust Future Forum, Selasa (29/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Bahlil juga menduga persepsi cadangan nikel tersisa 15 tahun hanya berdasar data dari hasil eksplorasi dengan kapasitas smelter yang ada.
Padahal, kata dia, masih banyak daerah yang belum dilakukan eksplorasi. Karenanya, Bahlil percaya cadangan nikel Indonesia masih melimpah.
Perkataan Bahlil tersebut merespons Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang memperkirakan daya tahan cadangan nikel Indonesia hanya berada pada kisaran 10-15 tahun saja. Oleh sebab itu, kegiatan eksplorasi untuk mendapatkan cadangan baru penting untuk segera dilakukan.
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Pengembangan Industri sektor ESDM Agus Tjahajana Wirakusumah menilai moratorium pembangunan smelter nikel baru perlu segera dilakukan.
Khususnya, untuk smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang menghasilkan produk olahan nikel kelas dua berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi).
"Imbauan Pak Menteri memang (moratorium) lebih baik daripada kesulitan nanti, itu tadi sudah disampaikan bahwa cadangan diperkirakan antara 10 sampai 15 tahun hitungan dari Minerba mungkin 13 tahun lah pertengahan. Kira-kira seperti itu, itu yang harus kita lihat," ucapnya seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (23/8).
Tak jauh beda dari Kementerian ESDM, Ekonom Faisal Basri memperkirakan cadangan nikel Indonesia akan habis dalam 13 tahun lagi.
Prediksi ia dasarkan pada data cadangan nikel yang dimiliki Indonesia saat ini dan kecepatan eksplorasi yang dilakukan pemerintah saat ini. Mengutip data United States Geological Survey (USGS), ia menyebut Indonesia memiliki cadangan nikel 21 juta metrik ton.
Cadangan tersebut sejatinya sama dengan Australia.
Tepat di bawah Indonesia dan Australia, ada Brasil dengan 16 juta metrik ton, Rusia 7,5 juta metrik ton, New Caledonia 7,1 juta metrik ton, dan Filipina 4,8 juta metrik ton.
Lalu, Kanada punya 2,2 juta metrik ton, China 2,1 juta metrik ton, serta Amerika Serikat 0,37 juta metrik ton.
Namun katanya, meskipun terbanyak, umur cadangan nikel Indonesia paling singkat dibandingkan negara-negara lain. Faisal mengatakan ini disebabkan ganasnya pengerukan nikel di tanah air.
Data yang dimilikinya, pengerukan nikel di Indonesia menembus 1,6 juta metrik ton per tahun.
"Indonesia paling gila, cuma 13 tahun (umur cadangan nikel), kalau seperti yang sekarang. Ini kan smelter nambah terus, jadi bisa lebih cepat (habis). Pak Jokowi enggak peduli sama itu, dapat Rp510 triliun dengan mengeruk semakin dalam kekayaan kita. Nggak dihitung sebagai ongkos, dampak lingkungannya enggak dihitung, enggak benar," tuturnya di Kantor Redaksi CNNIndonesia.com, Rabu (23/8) lalu.
Faisal mengatakan pengerukan itu berbeda dengan Australia. Negeri Kanguru itu sama-sama punya cadangan 21 juta metrik ton nikel.
Tetapi produksinya hanya 160 ribu metrik ton per tahun. Dengan begitu, umur cadangan nikel Australia masih bisa bertahan 131 tahun, sehingga manfaatnya masih bisa dicicipi generasi-generasi selanjutnya.
Atas masalah itu, Faisal Basri meminta kepada pemerintahan Presiden Jokowi untuk memperbaiki tata kelola pengerukan nikel dan juga hilirisasinya. Pasalnya, untuk hilirisasi nikel, Indonesia hanya mendapatkan keuntungan kecil.
(mrh/agt)