Ekonom Faisal Basri mengkritik kebijakan hilirisasi nikel Cs yang dilaksanakan Presiden Jokowi karena 90 persen keuntungannya justru dinikmati China.
Kritik ia sampaikan dengan mengutip data dari keterangan resmi pemerintah dan pelaku bisnis terkait. Faisal menerangkan berdasarkan data itu bisa dilihat nilai ekspor bijih nikel (kode HS 2604) hanya Rp1 triliun pada 2014.
Angka itu berasal dari ekspor senilai US$85,913 juta dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun yang sama, Rp11.865 per dolar AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara pada 2022, nilai ekspor besi dan baja (kode HS 72) yang diklaim sebagai hasil dari hilirisasi tercatat Rp413,9 triliun. Angka itu berasal dari nilai ekspor US$27,8 miliar dikalikan rerata nilai tukar rupiah pada tahun lalu sebesar Rp14.876 per dolar AS.
Ia mengakui nilai ekspor memang meningkat. Namun, Faisal menilai uang hasil ekspor itu tidak seutuhnya mengalir ke Indonesia.
Pasalnya, hampir seluruh perusahaan smelter pengolah bijih nikel dimiliki oleh China dan Indonesia menganut rezim devisa bebas. Dengan begitu, perusahaan China berhak untuk membawa semua hasil ekspornya ke luar negeri atau ke negerinya sendiri.
Kritik itu ditangkis dengan beberapa sanggahan dari pemerintah. Berikut rinciannya.
Presiden Jokowi merespons tudingan Faisal Basri dengan menyebut tuduhan ekonom UI itu tidak benar. Dia malah mempertanyakan balik metode yang digunakan Faisal Basri dalam menyatakan China dan negara lain diuntungkan dari kebijakan itu.
"Hitungan dia bagaimana. Kalau hitungan kita ya, contoh saya berikan nikel, saat diekspor mentahan setahun kira-kira hanya Rp17 triliun. Setelah masuk ke industrial downstreaming, ada hilirisasi, menjadi Rp510 triliun," katanya di Stasiun Dukuh Atas, Kamis (10/8).
Jokowi menambahkan dari angka itu saja jelas; negara bisa mendapatkan pajak yang lebih besar dari hilirisasi nikel yang dilakukan.
"Bayangkan saja, kalau kita ambil pajak dari 17 triliun sama yang dari Rp510 triliun besar mana? Karena dari situ, dari hilirisasi, kita akan dapatkan PPN, PPh badan, PPh karyawan, PPh perusahaan, royalti, bea ekspor, Penerimaan Negara Bukan Pajak, semuanya ada di situ. Coba dihitung saja, dari Rp17 triliun sama Rp510 triliun besar mana?" katanya.
Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto membantu Presiden Jokowi menjawab kritik ekonom UI Faisal Basri yang menyebut hilirisasi nikel menguntungkan China.
Seto mengatakan kritik Faisal Basri menunjukkan bahwa ekonom itu tak update dengan perkembangan hilirisasi di Indonesia. Hal itu katanya tercermin dari data ekspor besi dan baja (kode HS72) yang digunakan Faisal Basri untuk mengkritik hilirisasi nikel.
"Dari analisis yang dilakukan, terlihat bagaimana Pak Faisal Basri kurang update dengan perkembangan hilirisasi yang terjadi di Indonesia. Hilirisasi nikel di Indonesia sudah tidak hanya besi dan baja (kode HS72), tetapi sudah mulai bergerak ke material untuk baterai lithium, yakni nickel matte dan MHP (keduanya kode HS75)," katanya kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/8).
Berkenaan dengan hasil hilirisasi itu, pada 2022, ekspor nickel matte mencapai US$3,8 miliar, naik dari tahun sebelumnya yang baru US$1 miliar. Sementara itu ekspor MHP mencapai US$2,1 miliar pada 2022, naik dari 2021 yang baru mencapai US$0,3 miliar.
"Selain kode HS75 dan HS72, beberapa produk di kode HS73 juga merupakan produk turunan nikel," katanya.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo ikut membantu Presiden Jokowi menjawab tudingan Ekonom Senior UI Faisal Basri soal 90 persen keuntungan hilirisasi nikel dinikmati China.
Bantuan diberikan terkait tudingan Faisal yang menyebut pemerintah memberikan bebas pajak keuntungan badan pada perusahaan smelter karena menikmati tax holiday selama 20 tahun atau lebih. Menurutnya, pemerintah telah menetapkan pemungutan PNBP dan royalti atas nikel dan produk pemurniannya.
"Bang @FaisalBasri yang baik, saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti. Anda keliru ketika bilang tidak ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian," tulis Prastowo dalam akun resmi Twitternya @prastow, dikutip Jumat (11/8).
Dia menjelaskan sejalan dengan amanat UU 3 Tahun 2020 tentang Minerba, pengelolaan mineral diarahkan untuk mendukung hilirisasi.
Ada dua hal, imbuhnya, yang dilakukan pemerintah terkait dengan kebijakan tersebut.
Pertama, pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020.
Kedua, pemberian tarif royalti yang berbeda antara IUP yang hanya memproduksi/menjual bijih nikel dibandingkan dgn IUP yang sekaligus memiliki smelter. Tarif royalti untuk bijih nikel 10 persen dan tarif untuk feronikel atau nikel matte sebesar 2 persen.