Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia tengah dilanda masalah polusi udara yang tak kunjung reda di tengah fenomena el nino yang menyebabkan kekeringan.
Lihat saja, langit di Jakarta dan daerah sekitarnya tak lagi nampak biru akibat tebalnya polusi baik dari kendaraan maupun pembangkit listrik di sekitar ibu kota itu.
Melihat kondisi itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan pemerintah ingin meniru China dalam menangani masalah polusi udara di RI.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Negara Tirai Bambu dianggap paling berhasil menangani polusi udara dalam waktu hanya 6-7 tahun, atau lebih cepat dibanding negara lain hingga 25 tahun. Langkah China dalam mengatasi masalah polusi udara sebetulnya tak terjadi dalam waktu yang sangat singkat.
Jika melihat ke belakang, China memiliki sejarah panjang mengusir polusi udara, setidaknya peperangan dimulai sejak 1998 silam.
International Energy Agency (IEA) mengatakan 48 persen polusi udara di Negeri Tirai Bambu lahir dari emisi pembangkit listrik bertenaga batu bara. Sedangkan 36 persen lainnya buah geliat industri, 8 persen transportasi, dan 5 persen muncul dari gedung-gedung pencakar langit.
Batu bara memang menjadi jantung energi China yakni 75 persen dari total seluruh kebutuhan dalam negeri.
Kecanduan di berbagai lini, seperti pembangkit listrik, industri, hingga kebutuhan masak dan pemanas di rumah-rumah warga, membuat konsumsi tahunan batu bara China menembus 28 juta ton pada 1998.
Kala itu, Pemerintah China yang otoriter di bawah komando Jiang Zemin putar otak bagaimana menggenjot perekonomian. Meski begitu, sejatinya informasi soal polusi udara tetap menyebar di ruang-ruang publik.
Menurut laporan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) berjudul A Reviews of 20 Years' Air Pollution Control in Beijing, siaran mingguan soal kualitas udara di ibu kota China itu rutin mengudara.
Bahkan, Beijing tak pernah luput mempublikasikan laporan dan prakiraan kualitas udara harian pada 2001. Setidaknya, tiga indeks polutan yang diperhatikan adalah SO2 (belerang dioksida), NO2 (nitrogen dioksida), dan PM10 (partikulat).
Titik balik pertobatan China pun terjadi pada Olimpiade Musim Panas 2008 di Beijing. Kala itu, para atlet dari seluruh penjuru dunia dipaksa bergulat dengan kabut asap.
Padahal, saat China memohon agar menjadi tuan rumah pesta olahraga terbesar dunia tersebut pada 2001 lalu, mereka berjanji memberangus polusi udara.
Memang, serangkaian upaya mereka lakukan, termasuk bekerja sama dengan United Nations Environment Programme (UNEP) melawan nitrogen dioksida dan partikulat.
US-China Institute melansir beberapa atlet kudu berlatih di negara tetangga dan hanya boleh masuk ke Beijing sesaat sebelum upacara pembukaan. Bahkan, ada foto fenomenal yang menunjukkan anggota tim balap sepeda AS tiba di Bandara Beijing dengan mengenakan masker.
Akan tetapi, laporan kekhawatiran para atlet keok dari berita tindakan dramatis pejabat Beijing dalam meminimalkan polusi udara selama olimpiade berlangsung.
Saat itu, para pejabat China melakukan penutupan pabrik penghasil polusi, pembatasan mobil pribadi di kota, hingga pengawasan ketat daerah konstruksi penyumbang debu.
"Tindakan sementara selama olimpiade membuat kota ini punya kualitas udara terbaik selama kompetisi, dengan langit biru cerah yang dijuluki Olympic Blue. Rata-rata indeks polusi udara harian di Beijing selama Olimpiade 2008 menjadi 36 persen lebih rendah dibandingkan rata-rata delapan tahun sebelumnya," puji International Olympic Committee di situs resminya, dikutip Rabu (30/8).
Empat fase pergulatan China dalam melawan polusi udara
Laporan PBB merinci 4 fase pergulatan China melawan polusi udara yang dimulai sejak 1998. Fase tersebut dinilai efektif menghilangkan kabut asap yang membumbung di langit Negeri Tirai Bambu.
a. 1998-2002
Pada fase ini, Pemerintah China mulai mengidentifikasi masalah polusi udara. Target utamanya adalah pabrik-pabrik pengonsumsi batu bara untuk diubah ke sumber energi ramah lingkungan.
China setidaknya berfokus pada dua distrik, yakni Dongcheng dan Xicheng. Ada 10.633 boiler berbahan bakar batu bara penghasil listrik 15.687 megawatt (MW) disetop.
Meski belum bisa lepas dari batu bara, Negeri Tirai Bambu mulai menggunakan batu bara rendah sulfur dan mempercepat pengembangan energi bersih, seperti gas alam padat (CNG) yang mulai diperkenalkan pada 1999. Di Beijing, CNG mulai disuntikkan sebagai bahan bakar ramah lingkungan armada bus dan sumber energi sejumlah pabrik.
Selain melawan emisi batu bara, China berperang melawan polusi dari kendaraan bermotor berbahan bakar bensin. Bahkan, 200 ribu mobil dimodifikasi demi mengurangi polutan karbon monoksida, hidrokarbon, dan oksida nitrogen.
b. 2003-2008
Fase kedua ini mengeliminasi 5.704 boiler batu bara penghasil 15.499 MW. Di lain sisi, Pemerintah China mulai memberikan sejumlah insentif fiskal bagi industri yang beralih dari boiler batu bara ke gas alam.
Khusus di Beijing, transformasi pembangkit listrik tenaga batu bara menjadi gas dilakukan sejak 2005 dan secara bertahap sukses mengerek konsumsi gas alam. Di lain sisi, konsumsi batu bara menurun di tengah peningkatan jumlah pembangkit listrik.
Sumber energi perumahan juga direstrukturisasi, di mana ada 700 ribu rumah tangga beralih dari batu bara ke gas. Fase dua ini punya ciri khas membasmi empat jenis polutan, yakni sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), dan partikulat (PM10).
c. 2009-2012
Batu sandungan China nyatanya masih banyak, di mana pada 2011 lalu penelitian menyebut emisi pembangkit listrik tenaga batu bara bertanggung jawab atas kematian dini seperempat juta warga China. Analisis menelusuri bahan-bahan kimia yang terbawa ke udara dari pembakaran batu bara, di mana ditemukan sejumlah dampak buruk bagi kesehatan.
"Diperkirakan pembakaran batu bara di China bertanggung jawab atas kematian 260 ribu orang pada 2011. Ditemukan juga pada tahun yang sama, pembakaran batu bara menyebabkan 320 ribu anak-anak dan 61 ribu orang dewasa menderita asma serta 36 ribu bayi lahir dengan berat badan di bawah normal. Ada juga 340 ribu kunjungan rumah sakit dan 141 juta hari cuti sakit," tulis The Guardian pada 2013 lalu.
Pada 2009 lalu, China mengalokasikan anggaran khusus 1,7 miliar yuan atau setara Rp3,5 triliun (asumsi kurs Rp2.089 per yuan) untuk memberantas polusi udara. Pemerintah Tiongkok juga memperkenalkan subsidi kendaraan listrik di tahun tersebut.
d. 2013-2017
Masa-masa ini menjadi awal reformasi yang dibawa Xi Jinping. Ia menjadi orang nomor satu China pada Maret 2013, hanya dua bulan setelah 'kiamat udara'.
Kala itu, istilah PM2.5 menjadi kosa kata sehari-hari warga China. Seiring meningkatnya kesadaran masyarakat, protes keras terhadap pembangkit listrik batu bara semakin marak di kota-kota, seperti Kunming dan Shenzhen.
"Krisis pertama yang dihadapinya (Xi Jinping) adalah kiamat udara. Bukan hanya di Beijing, tapi juga terjadi di seluruh Tiongkok utara dan hal ini membuat heboh," kata Profesor di Smith College Daniel Gardner, dikutip dari CNN.
"2013 merupakan titik kritis. Pemerintah kini secara terbuka mengatakan meninggalkan kebijakan 'pertumbuhan ekonomi dengan segala cara' dan bergerak ke arah baru, di mana terdapat keselarasan antara pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan lingkungan hidup," imbuhnya.
China mulai menginvestasikan miliaran dolar dalam rencana aksi memberantas polusi udara. Pemerintah mengeluarkan aturan baru, mendirikan stasiun pemantauan udara nasional, dan menutup tambang serta pembangkit listrik tenaga batu bara. Puncaknya, pada 2014 China mendeklarasikan perang nasional melawan polusi.
Bahkan, ada aturan unik yang melarang warga China memasak daging babi asap alias bacon, menu tradisi di negeri tersebut sejak ribuan tahun lalu. Alasannya, asap yang dihasilkan menciptakan polusi udara.
Menurut pemerintah daerah Chongqing, pengasapan babi membuat materi partikel 2.5 (PM2.5) di kota mereka bertambah. Materi ini adalah partikel kecil di udara yang bisa mempengaruhi paru-paru dan menyebabkan penyakit lainnya.
Xi Jinping janjikan China bebas karbon di 2060
Pada 2020 lalu, Presiden China Xi Jinping berjanji di United Nations General Assembly (UNGA) bahwa negaranya akan mencapai nol emisi karbon (NZE) pada 2060 mendatang. Rencana konkrit 40 tahun itu adalah yang pertama kalinya diucapkan Xi, termasuk dalam upaya mendukung Paris Agreement.
"China akan meningkatkan kontribusi yang diharapkan secara nasional dengan mengadopsi kebijakan dan tindakan yang lebih tegas. Kami menyerukan semua negara untuk mengupayakan pembangunan yang inovatif, terkoordinasi, ramah lingkungan, dan terbuka," kata Xi dalam pidatonya.
China selaku penyumbang gas rumah kaca terbesar di dunia memang serius berbenah. Mereka menjanjikan menjanjikan perubahan mengonsumsi dan memproduksi energi melalui pengembangan nuklir dan energi terbarukan hingga promosi teknologi ramah lingkungan dan rendah karbon.
Benarkah China membersihkan diri dengan mengotori Indonesia?
China boleh berbangga hati sukses menurunkan polusi udara di negerinya. Akan tetapi, Negeri Tirai Bambu dituding mengotori negara-negara lain, termasuk Indonesia dengan memindahkan sejumlah pabrik bertenaga batu bara.
China dikenal dengan Inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative/BRI), di mana mereka mendanai pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri. Salah satu buah hasil BRI adalah PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah.
Mengutip laporan Carnegie Endowment for International Peace, IMIP bermula dari Tsingshan Group selaku produsen feronikel dan baja tahan karat terbesar di dunia yang berasal dari China. IMIP dibangun pada 2014 lalu melalui anak usahanya bernama Shanghai Decent Investment Group yang mendirikan perusahaan patungan bersama Bintang Delapan Group.
"Proyek ini menerima pinjaman US$1,22 miliar dari China Development Bank yang saat ini merupakan pemberi pinjaman terbesar bagi IMIP. Tsingshan Holding Group adalah investor terbesar di IMIP dan memegang saham signifikan dalam seluruh aktivitasnya, mulai dari infrastruktur, pertambangan, hingga berbagai proses dalam pengembangan," tulis laporan tersebut.
Selain sokongan China Development Bank, pembangkit listrik tenaga batu bara di kawasan industri tersebut didanai China Eximbank, Bank of China, dan Industrial and Commercial Bank of China.
Selain itu, IMIP dilaporkan memiliki kompleks perumahan khusus untuk pekerja China, hotel untuk pengunjung eksekutif, dan bandara dengan landasan pacu sepanjang 1.800 meter. Ada juga jaringan telekomunikasi khusus mencakup kabel bawah air yang diklaim terhubung ke satelit milik China.
Namun, tidak hanya perusahaan China yang beroperasi di IMIP, ada juga dari tanah air, Australia, Jepang, hingga Korea Selatan. Akan tetapi, operasional perusahaan-perusahaan tersebut disebut banyak ditopang oleh perbankan China.
[Gambas:Video CNN]